Sri Lanka diketahui gagal membayar utang luar negerinya pada Mei dan penjatahan bahan bakar diperkenalkan awal bulan ini dengan pasukan bersenjata dikerahkan ke stasiun pengisian bahan bakar.
Adapun krisis ekonomi di Sri Lanka salah satu penyebabnya karena pandemi Covid-19 dan mengakibatkan jatuhnya pendapatan pariwisata untuk negara kepulauan itu.
Baca Juga: Rusia Ancam Serangan ke Ukraina Semakin Luas, karena Tekanan AS ke China di G20?
Akan tetapi, lebih dari itu, pemerintahan Gotabaya Rajapaksa dikecam keras karena kebijakannya yang menghabiskan banyak uang dan pemotongan pajak yang ceroboh, sambil mencetak uang untuk melunasi obligasi asing.
Perubahan dalam pemerintahan Gotabaya Rajapaksa tidak banyak meredakan kemarahan publik dan protes berlanjut hingga Mei dan Juni setelah saudara laki-laki presiden, Mahinda Rajapaksa mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri.
Setelah itu jabatan Perdana Menteri Sri Lanka diserahkan kepada Ranil Wickremesinghe.
Baca Juga: Senjata Rakitan yang Dipakai Pelaku untuk Tembak Shinzo Abe Bisa Dibuat Hanya 1-2 Hari
Sebelumnya pada hari Sabtu, Rajapaksa terpaksa meninggalkan kediamannya di Kolombo ketika ribuan pengunjuk rasa mengepung kompleks tersebut.
Kerumunan yang diyakini berjumlah sekitar 100.000 orang turun ke istana kepresidenan pada Sabtu pagi, ketika para pejabat mengatakan kepada wartawan bahwa presiden telah dikawal ke tempat yang aman.
Akibat keberadaan tidak diketahui, para demonstran memaksa masuk ke dalam gedung, bahkan menyerbu dapurnya dan berenang di kolam renang pribadinya.