Tiongkok Klaim Muslim Uighur Tewas di Kamp Xinjiang Sejak 2017, sang Putri Korban Menyangkalnya

- 2 Oktober 2020, 20:00 WIB
SEJUMLAH massa dari berbagai elemen melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Senin, 23 Desember 2019. Dalam aksinya mereka mengecam  dan mengutuk keras penindasan terhadap muslim Uighur. *
SEJUMLAH massa dari berbagai elemen melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Senin, 23 Desember 2019. Dalam aksinya mereka mengecam dan mengutuk keras penindasan terhadap muslim Uighur. * /ARMIN ABDUL JABBAR/PR /

“Saya tidak percaya,” ucap Fatimah.

Bahkan putri Abdulghafur tersebut mengelak atas diagnosis yang tertulis.

"Jika dia meninggal karena apa pun, itu pasti diabetes," katanya.

Lebih lanjut dirinya menyatakan bahwa ia mengetahui riwayat kesehatan yang dialami oleh ayahnya itu.

“Saya tahu kesehatan ayah saya dan saya telah berbicara tentang masalah kesehatannya. Dia mendapat suntikan (tuberkulosis, Red)," katanya.

Baca Juga: Sempat Mengolok Joe Biden karena Gunakan Masker, Donald Trump Bersuara Serak Hingga Positif Covid-19

Untuk diketahui Abdulghafur merupakan seorang penyair, dan aktivis yang tinggal di Australia, Fatimah mengatakan bahwa dia terakhir kali mendengar kabar dari ayahnya pada April 2016 kala itu ketika ayahnya meninggalkan pesan suara di WeChat yang menyatakan untuk segera dihubungi.

“'Saya memiliki sesuatu yang mendesak untuk diberitahukan kepada Anda, tolong hubungi saya" kata Abdulghafur dalam pesannya.

Namun putri Abdulghafur itupun mengatakan bahwa ketika ia menelepon ayahnya, sang penyair dan aktivis itu tidak ada.

Puteri sang aktivis dan penyair itu yakin bahwa ayahnya telah dikirim ke kamp pada Maret 2017 silam, dan telah mengadvokasi pembebasannya, atau setidaknya informasi tentang keberadaannya sejak itu.

Halaman:

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: The Guardian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x