Cegah Radikalisasi Agama, Presiden Prancis Emmanuel Macron Larang Homeschooling

- 7 Oktober 2020, 10:51 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron
Presiden Prancis Emmanuel Macron /Instagram.com/@emmanuelmacron

PR DEPOK - Presiden Prancis Emmanuel Macron dikabarkan telah diserang oleh pemerintah Turki.

Hal tersebut usai pengumuman yang dilakukan olehnya bahwa Prancis akan melarang homeschooling untuk melindungi anak-anak mereka dari bayang-bayang agama sebagai bagian dari rencana untuk memerangi apa yang disebut separatisme di negara itu.

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Breitbart, dalam pidatonya Presiden berusia 42 tahun itu menyoroti beberapa masalah Prancis dalam beberapa tahun terakhir yakni dengan Islam radikal.

Baca Juga: Pasokan Terganggu Akibat Badai di AS hingga Pemogokan Kerja di Norwegia, Harga Minyak Dunia Melonjak

Dirinya mengatakan bahwa hal tersebut dicontohkan dengan sekolah agama yang tidak terdaftar, di mana anak-anak Muslim sebagaian besar hanya diajarkan doa dan Alquran.

Dalam pidato pada Jumat, 2 Oktober 2020 waktu setempat, di Les Mureaux, pinggiran kota dekat Paris di mana orang-orang keturunan Arab dan Afrika dilaporkan menjadi mayoritas masyarakat, dirinya mengungkapkan bahwa setiap pekan pihak berwenang menutup sekolah ilegal yang telah dijalankan oleh ekstremis agama.

"Dihadapkan pada pelanggaran ini yang mengecualikan ribuan anak dari pendidikan dan kewarganegaraan, akses ke budaya, sejarah kita, nilai-nilai kita...Saya telah mengambil keputusan: mulai September 2021, pengajaran di sekolah akan diwajibkan bagi semua orang mulai usia tiga tahun," katanya.

Baca Juga: Lakukan Kerusuhan di Tengah Aksi, Polisi Amankan 10 Orang Oknum Perusuh di Kota Bandung

Dalam kesempatan yang sama Presiden Prancis itu menggambarkan bahwa agama di seluruh dunia dalam krisis dan dirusak oleh bentuk-bentuk radikal.

Dirinya juga menjelaskan bahwa penganut Kristen juga akan menjadi target rencana pendidikan radikal.

Dikatakannya sekolah Prancis merupakan upaya yang memungkinkan pihaknya guna melindungi anak-anak mereka sepenuhnya dari tanda agama apa pun.

Baca Juga: Kembali ke Gedung Putih Kala Pemulihan, Kritikus Nilai Donald Trump Semakin Remehkan Covid-19

Lebih lanjut, Emmanuel Macron mengatakan bahwa sekolah di Prancis benar-benar jantung dari ruang sekularisme.

Ia menilai bahwa sekolah merupakan tempat membentuk hati nurani sehingga anak-anak menjadi bebas, warga negara yang rasional, dapat memilih hidup mereka sendiri.

Menanggapi pernyataan Presiden Prancis tersebut, orang tua yang memilih mendidik anaknya di rumah dengan homeschooling menyatakan sumpahnya guna melawan rencana pelarangan itu, dan menunjukkan bahwa teroris Islam yang telah menyerang negara itu selama bertahun-tahun bukanlah produk dari program belajar mandiri tersebut.

Baca Juga: Waspada Modus Kasus Pemberian OTP, Saldo Tabungan 'Lenyap' Seketika

"Saya tidak mengerti: Saya mendengar tentang Islamisme, tentang sekolah Alquran. Ini harus ada, tetapi mereka sebenarnya bukan mayoritas. Sebagian besar kami adalah ateis dan kami tidak menentang sekolah," kata seorang ibu yang melaporkan bahwa dirinya beserta sang suami terkejut atas pengumuman Emmanuel Macron.

Gwenaelle Spenle, dari asosiasi homeschooling Children First, melaporkan bahwa peraturan pemerintah tentang praktik tersebut telah berulang kali ditingkatkan selama dua dekade terakhir, pertama dengan kedok memerangi sekte dan kali ini melawan radikalisme agama.

"Kami tidak akan membiarkan undang-undang ini lolos ke Parlemen. Kami akan berjuang untuk menjaga anak-anak kami di rumah," katanya.

Baca Juga: Desak Pengesahan RUU PKS, Wakil LPSK: Banyak Kasus yang Tidak Dilanjutkan Secara Hukum

Lebih lanjut, dirinya bersumpah akan memobilisasi orang tua lain guna melakukan pertentangan atas rencana pemerintah.

Selain itu, dilaporkan bahwa beberapa sayap kiri dan komunitas muslim mengecam undang-undang yang diusulkan sebagai rasis, dan beberapa kritik bersifat internasional.

Sementara itu, Pusat Penelitian Islam Al-Azhar yang berbasis di Kairo mengecam pidato Presiden Prancis itu karena mengandung tuduhan palsu terhadap agama Islam.

Baca Juga: Beasiswa LPDP Kembali Resmi Dibuka, Simak Syarat dan Tahapannya Berikut

Lebih lanjut, pihaknya menuntut diakhirinya serangan terhadap agama Islam untuk mencegah ujaran kebencian.

Pusat tersebut menyatakan bahwa pernyataan rasis seperti itu kemungkinan besar akan menyakiti perasaan dua miliar muslim di seluruh dunia.

Selain itu pada Senin, 5 Oktober 2020 Pemerintah Turki menyatakan bahwa pihaknya menentang rencana Presiden Prancis tersebut, melalui Ibrahim Kalin selaku juru bicara pemerintah yang dipimpin oleh Recep Tayyip Erdogan tersebut menuduh Presiden Prancis itu telah mendorong Islamofobia.

Baca Juga: Penemuan Besar Pertama Selama Pandemi Covid-19, Arkeolog Mesir Temukan Puluhan Peti Mati Kuno

Ibrahim Kalin mengatakan bahwa klaim Presiden Prancis yang mengatakan bahwa Islam dalam krisis adalah pernyataan yang berbahaya dan provokatif, mendorong Islamofobia dan populisme anti-Muslim.

Lebih lanjut, juru bicara Pemerinah Turki itu menilai bahwa Emmanuel Macron telah menyalahkan Islam dan Muslim sebagai kambing hitam atas kegagalan Republik Prancis sangat jauh dari politik rasional.

Selain sekolah wajib dan larangan homeschooling, Emmanuel Macron dikabarkan telah mengumumkan sejumlah langkah lain yang ditujukan untuk mengatasi separatisme agama salah satunya termasuk kontrol yang lebih ketat atas pendanaan masjid, dan asosiasi dengan ideologi Islam, dan pembatasan pada imam yang dilatih asing.

Baca Juga: Selain Cipta Kerja, Berikut RUU yang Telah Disahkan Oleh DPR di Tengah Pandemi Covid-19

"Negara ini telah dilanda terorisme Islam sejak tahun 2012 dan kami secara progresif mempersenjatai kembali terhadap ancaman ini," katanya.

Kendati demikian, dirinya juga memastikan untuk menyalahkan kolonialisme, dan kebijakan perumahan untuk masalah kelompok migran non-Eropa yang tinggal di Prancis.***

Editor: Billy Mulya Putra

Sumber: Breitbart


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah