PR DEPOK - Para ilmuwan telah menemukan endapan metana yang membeku di Samudra Arktik atau dikenal dengan Sleeping Giants of the Carbon Cycle yang sudah mulai terlepas di area luas di lereng benua lepas pantai Siberia Timur.
Tingkat tinggi efek gas rumah kaca yang kuat sudah terdeteksi hingga kedalaman 350 meter di laut Laptev dekat Rusia.
Kondisi tersebut memicu kekhawatiran di kalangan para peneliti bahwa putaran umpan balik iklim baru mungkin telah dipicu dan bisa mempercepat laju pemanasan global.
Baca Juga: Dongkrak Ekonomi Masyarakat, Disperdagin Depok Gandeng Ojek Pangkalan Melalui Pasar Rakyat Online
Sedimen lereng di Kutub Utara mengandung sejumlah besar metana beku dan gas lainnya yang dikenal sebagai hidrat.
Metana sendiri mempunyai efek pemanasan 80 kali lebih kuat daripada karbon dioksida selama 20 tahun.
Survei Geologi Amerika Serikat (AS) sebelumnya sudah mencantumkan destabilisasi hidrat Arktik sebagai salah satu dari empat skenario paling serius untuk perubahan iklim secara tiba-tiba.
Baca Juga: Kasus Positif Covid-19 Masih Belum Stabil, Pemkot Depok Resmi Perpanjang PSBB Proporsional Pra-AKB
Tim Internasional yang berada di kapal penelitian Rusia R/V Akademik Keldysh mengungkapkan bahwa sebagian besar gelembung saat ini larut dalam air.
Namun, tingkat metana di permukaan muncul empat hingga delapan kali lipat dari yang biasanya diharapkan dan itu mengalir ke atmosfer.
"Saat ini, sepertinya tidak akan ada dampak besar pada pemanasan global, tetapi intinya proses sekarang ini sudah dipicu. Sistem hidrat metana lereng Siberia Timur ini sudah terganggu dan prosesnya akan terus berlanjut," kata Ilmuwan Swedia, Orjan Gustafsson dari Universitas Stockholm dalam panggilan satelit dari kapal.
Baca Juga: Prancis dan Muslim Memanas, Negara-negara Islam Kecam dan Lakukan Aksi Menolak Tuduhan Terorisme
Para ilmuwan yang merupakan bagian dari multi-year International Shelf Study Expedition menekankan bahwa temuan mereka masih pendahuluan.
Skala pelepasan metana tidak akan dikonfirmasi hingga mereka kembali dan menganalisis data serta studi mereka diterbitkan dalam jurnal peer-review seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari The Guardian, pada 28 Oktober 2020.
Namun, penemuan metana beku lereng yang berpotensi tidak stabil tersebut memunculkan kekhawatiran bahwa titik kritis baru sudah tercapai, yang juga bisa meningkatkan kecepatan pemanasan global.
Baca Juga: Charlie Hebdo Terbitkan Kartun yang Diduga Hina Erdogan, Turki Sebut Ulah Gerakan Anti-Islam Macron
Kemudian, Arktik dianggap sebagai titik nol dalam perdebatan terkait kerentanan endapan metana beku di lautan.
Dengan suhu Arktik yang kini meningkat lebih dari, dua kali lebih cepat dari rata-rata global, pertanyaan kapan mereka akan dilepaskan ke atmosfer sudah menjadi masalah ketidakpastian yang cukup besar dalam model komputer iklim.
Pada enam titik pemantauan di atas lereng dengan panjang 150 km dan lebar 10 km tersebut, tim yang beranggotakan 60 orang di Akademik Keldysh melihat awan gelembung yang terlepas dari sedimen.
Baca Juga: Merasa Dikriminalisasi sebagai Tersangka, Bahar bin Smith Akan Minta Perlindungan Komisi III DPR
Tak hanya itu, di satu lokasi di lereng laut Laptev pada kedalaman sekitar 300 meter. Mereka menemukan konsentrasi metana hingga 1.600 nanomol per liter, yang 400 kali lebih tinggi dari yang diharapkan jika laut dan atmosfer berada dalam keseimbangan.
Menurut Igor Semiletov selaku kepala ilmuwan di atas kapal, pelepasan itu jauh lebih besar daripada yang ditemukan sebelumnya.
Penemuan tersebut juga berpotensi menimbulkan konsekuensi iklim yang serius, tapi Igor mengatakan bahwa masih butuh lebih banyak studi sebelum mereka bisa memastikannya.***