Pelajar di Thailand Boikot Upacara Kelulusan sebagai Bentuk Kemarahan terhadap Sistem Monarki

- 31 Oktober 2020, 11:21 WIB
Ilustrasi demonstrasi di Thailand.
Ilustrasi demonstrasi di Thailand. /Kitthitorn Chaiyuthapoom/Unplash

PR DEPOK - Sejumlah siswa yang bersimpati kepada pengunjuk rasa Thailand, memboikot upacara kelulusan yang dipimpin oleh Raja Maha Vajiralongkorn pada Jumat, 30 Oktober 2020.

Tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk kemarahan pada monarki di tengah seruan yang meningkat untuk mereformasi itu.

Saat upacara berlangsung, raja secara pribadi membagikan ijazah kepada siswa.

Setiap upacara kelulusan harusnya disambut dengan gembira, foto dengan keluarga misalnya, dan ditampilkan dengan bangga di setiap rumah di Thailand.

Baca Juga: Kemenag Ajukan Lebih dari 800 Ribu Guru dan Tenaga Pendidik Non PNS Terima Bantuan Subsidi Gaji

Namun, protes sejak pertengahan Juli telah menimbulkan kritik terbuka terhadap monarki dan seruan untuk mengekang kekuasaannya.

Menentang hukum tabu dan lese majeste yang telah lama ditetapkan, yakni menjatuhkan hukuman penjara hingga 15 tahun apabila memberikan kritik terhadap raja atau keluarganya.

Suppanat Kingkaew (23), mengatakan dia ikut memboikot upacara yang diadakan pada hari Jumat dan Sabtu di Universitas Thammasat.

Sekolahnya, lanjut dia, telah lama dipandang sebagai sarang radikalisme dan tempat pembantaian pengunjuk rasa pro-demokrasi oleh pasukan negara royalis pada tahun 1976.

Baca Juga: Kirim Surat Terbuka kepada Emmanuel Macron, BPPLN: Kebebasan Berekspresi Ada Batasnya

"Apa pun yang diperlukan agar aula itu ditinggalkan dengan jumlah orang yang paling sedikit, ini untuk mengirim pesan tidak langsung bahwa sebagian dari kita tidak senang dengan monarki dan kita menginginkan perubahan,” kata Suppanat, dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Reuters Sabtu, 31 Oktober 2020.

Awalnya, protes siswa itu hanya menyerukan konstitusi baru dan pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, tetapi kemudian muncul tuntutan untuk memasukkan pengurangan kekuasaan monarki.

Belum diketahui berapa banyak siswa yang bergabung dalam boikot tersebut.

Namun, gambar dari aula menunjukkan hanya kursi alternatif yang ditempati karena tindakan jarak sosial untuk mencegah penyebaran virus corona.

Baca Juga: Miles Films Umumkan Sekuel Film Petualangan Sherina 2 Dijadwalkan Tayang 2021 Mendatang

Sementara itu, Raja menyuruh para siswanya untuk menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk menghormati dan mengabdi pada negara.

Siswa lainnya, Papangkorn Asavapanichakul (24), termasuk di antara mereka yang hadir. Namun dia tak ikut serta dalam pemboikotan.

"Saya ingin foto itu. Itu adalah peristiwa sekali seumur hidup," tuturnya.

Upacara kelulusan yang dipimpin oleh raja ini dimulai sebelum akhir monarki absolut pada tahun 1932, saat istana berusaha untuk memperkuat hubungannya dengan siswa kelas menengah dimaana anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan.

Baca Juga: Mantan PM Malaysia Sebut Muslim Berhak Marah dan Bunuh Jutaan Orang Prancis, Twitter Hapus Cuitannya

Para pengunjuk rasa mengatakan kekuasaan raja harus dikurangi dan perubahan yang memberinya kendali pribadi atas beberapa unit tentara dan kekayaan istana harus dibalik.

Mereka juga ingin perdana menteri dicopot, karena dalam pemilu 2019 perdana menteri diduga telah melakukan pelanggaran.

Dari para siswa yangmenghadiri upacara tersebut, ia mengaku terpaksa, dan beberapa mengatakan tekanan keluarga melebihi politik.

"Ibu saya meminta saya untuk datang, saya tidak benar-benar ingin bergabung, jujur,” kata seorang siswa berusia 24 tahun yang tidak menyebut namanya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah