Soroti Keberadaan Buzzer di Medsos, Fahri Hamzah: Mengapa Negara Biarkan 'Fasilitas' yang Panjangkan Konflik?

14 Februari 2021, 08:43 WIB
Fahri Hamzah soroti keberadaan buzzer di media sosial. /Instagram/@fahrihamzah.

PR DEPOK – Menko Polhukam, Mahfud MD, menyampaikan bahwa pemerintah tidak pernah menganggap Din Syamsudin sebagai tokoh yang radikal. 

Pernyataan ini dilontarkan Mahfud MD usai Din Syamsudin dilaporkan ke KASN lantaran dituding sebagai tokoh radikal.

Mahfud MD lantas menegaskan bahwa mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu adalah pengusung moderasi beragama, sebagaimana juga diusung oleh pemerintah.

Baca Juga: Tak Hanya Din Syamsuddin, GAR ITB Juga Laporkan Dekan FTI ITB ke KASN karena Sempat Jadi Kader PKS

Pemerintah tdk prnh menganggap Din Syamsuddin radikal atau penganut radikalisme. Pak Din itu pengusung moderasi beragama (Wasathiyyah Islam) yg jg diusung oleh Pemerintah,” ujar Mahfud MD melalui akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd.

Tak hanya itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menyebut Din Syamsudin sebagai sosok yang kritis dan bukan radikalis.

Dia jg penguat sikap Muhammadiyah bhw Indonesia adl "Darul Ahdi Wassyahadah". Beliau kritis, bkn radikalis,” ujar Mahfud MD melanjutkan.

Baca Juga: JK Tanyakan Cara Kritik Tanpa Dipolisikan, Dedek Prayudi: Pak JK Bukan Lagi Bertanya, Bapak Tau Lah Caranya!

Pernyataannya ini kemudian ditanggapi oleh Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, yang memberikan sarannya untuk pemerintah.

Menurut Fahri Hamzah, pemerintah harus memperbaiki cara pandang mereka terhadap suatu persoalan, sehingga tidak dipersonalisasi.

Cara pemerintah melihat persoalan perlu diperbaiki prof. Jangan dipersonalisasi,” kata Fahri Hamzah dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari akun Twitter @Fahrihamzah.

Baca Juga: Tanggapi Kabar Pelaporan Novel Baswedan, Muannas Alaidid: Dzolim Menghakimi Hal yang Anda tak Ketahui

Permasalahan ini, lanjut Fahri Hamzah, bukan soal individu seperti Din Syamsudin, Abu Janda atau Natalius Pigai, melainkan posisi negara, yang menurutnya justru membiarkan keberadaan pemicu konflik, khususnya di media sosial.

Ini bukan soal pak din dan pak itu atau pigai dan abu janda...ini soal posisi negara ditengah hingar bingar media sosial. Mengapa “fasilitas” yg meng-“ekstensi” konflik di dunia maya dibiarkan ada?” katanya.

Baca Juga: Beberkan Tips Kritik Pemerintah Tanpa Dipanggil Polisi, Suryo Prabowo: Paling Aman, Kritik dalam Hati

Dalam cuitan berbeda, pria berusia 49 tahun itu mengatakan bahwa negara yang seolah memberikan fasilitas panggung untuk terjadinya konflik di Tanah Air, justru terlihat memihak kepada salah satu yang sedang bertengkar.

Prof, Negara sedang bingung dengan warganya yang bising dan bertengkar soal2 gak jelas. Padahal negara memfasilitasi panggung gak jelas itu lengkap dengan ring tinjunya. Udah gitu negara juga nampak berpihak dalam sengketa. Tambah gaduhlah suasana di tengah pandemi corona,” ujarnya.

Baca Juga: JK Bingung Cara Kritik Tanpa Dipolisikan, Refly Harun: yang Dikritik Itu Benda Mati, Harusnya tak Punya Hati

Tak cukup sampai di situ, ia tak lupa menyinggung soal keberadaan buzzer yang tak jarang dicurigai sebagai akun-akun yang dibayar untuk memojokkan atau membully tokoh tertentu yang berbeda pandangan dengan pemerintah.

Diunggah Fahri Hamzah dalam cuitan yang lain, Fahri Hamzah menyebutkan bahwa para buzzer ini sebagai surat kaleng.

Buzzer itu surat kaleng…” kata Fahri Hamzah singkat.

***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Twitter @Fahrihamzah

Tags

Terkini

Terpopuler