Bukan Bapak Semua Agama Seperti Kata Ngabalin, Refly: Jokowi Tak Peka dengan Konteks, Tentu Sangat Bermasalah

9 Mei 2021, 19:43 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun. /Twitter @ReflyHZ

PR DEPOK - Pakar hukum tata negara, Refly Harun, menanggapi pernyataan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin, yang menyebutkan bahwa Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi adalah bapak semua agama.

Dalam keterangannya, Refly Harun menyoroti pernyataan Ali Mochtar Ngabalin yang mempertanyakan kesalahan Jokowi yang mempromosikan makanan khas dari Kalimantan Barat.

Menurutnya, di mata hukum memang pernyataan Jokowi soal bipang Ambawang bukan merupakan pelanggaran.

Baca Juga: Larangan Mudik Dinilai Tak Efektif, Epidemiolog: yang Perlu Dilakukan adalah Pembatasan dan Edukasi ke Rakyat

Akan tetapi, Refly Harun menilai bahwa pernyataan Jokowi sebagai seorang Presiden RI tidak hanya diatur oleh hukum, melainkan juga oleh kepantasan dan etika.

"Oleh etika, oleh konteks, tidak hanya oleh teks, tapi juga konteks ketika pernyataan itu dikeluarkan," ujarnya, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun.

Lebih lanjut, pakar hukum tersebut menyatakan hanya ada dua kemungkinan dari pernyataan Jokowi sial bipang Ambawang itu.

Baca Juga: Aurel Hermansyah Hamil, Krisdayanti: Hati-hati Itu Harus Dijaga

Kemungkinan pertama, katanya menerangkan, Jokowi sangat paham bahwa yang dimaksud bipang itu adalah babi panggang.

"Seperti dikatakan Ngabalin, tidak ada salahnya (soal babi panggang). Presiden Jokowi paham benar bahwa yang namanya bipang Ambawang itu adalah babi panggang, sehingga ketika dia mengatakan itu ya tidak ada yang salah. Karena dia adalah presiden bagi seluruh rakyat Indonesia tak terkecuali yang makan babi," tuturnya menjelaskan.

Sementara itu, lanjut Refly Harun, kemungkinan kedua adalah Presiden Jokowi sama sekali tidak sadar bahwa bipang Ambawang adalah babi panggang.

Baca Juga: Syarat dan Cara Daftar BLT UMKM Rp1,2 Juta, Cek Pencairan Bisa Lewat banpresbpum.id

"Ia menganggap bipang itu barangkali dalam pikiran Fadjroel Rachman, yaitu jipang atau bipang, makanan kriuk-kriuk yang warnanya putih atau merah, yang sebenarnya bukan khas Kalimantan," kata pakar hukum tersebut.

Kendati dua kemungkinan ini bisa diterima oleh masyarakat, kata Refly Harun melanjutkan, tetapi tetap ada kesalahan secara etika, yakni dari sisi memilih konten komunikasi kepada publik.

Ia menuturkan, jika Jokowi tahu bahwa bipang Ambawang itu adalah babi panggang, maka Presiden RI ke-7 itu seolah tidak peka terhadap konteks saat dirinya berbicara.

Baca Juga: Syuting Videoklip Album Love Letters, Agatha Chelsea Alami Kejadian Horor

"Sungguh Presiden Jokowi tidak peka terhadap konteks pada saat dia membuat pernyataan tersebut. Jangankan mengaitkannya dengan lebaran Idulfitri, tidak mengaitkannya pun ketika Kepala Negara mempromosikan babi panggang di tengah sebuah suasana yang tidak konteksnya di daerah tersebut, maka hal itu tentu sangat bermasalah," ujarnya.

Sementara itu, katanya melanjutkan, jika presiden tidak sadar bahwa bipang Ambawang itu adalah babi panggang, maka kesalahan ada pada tim komunikasi.

"Yang salah adalah yang menyiapkan teks, yang menyiapkan pidato tersebut," ucap Refly Harun.***

Editor: Annisa.Fauziah

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler