PR DEPOK – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan KPK memahami bahwa pegawainya harus berkualitas.
Namun, pegawai KPK juga harus setia kepada Pancasila dan bebas dari radikalisme hingga organisasi terlarang.
"Tidak hanya aspek kemampuan, tetapi juga aspek kecintaan pada Tanah Air, bela negara, kesetiaan pada Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, serta pemerintah yang sah dan bebas dari radikalisme dan organisasi terlarang," katanya.
Ketegasan KPK dalam menyeleksi pegawainya ini pun dikomentari oleh mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu.
Said Didu meminta KPK menjelaskan batasan radikalisme yang dimaksud. Pasalnya, menurut dia, pengawas di KPK harus radikal dalam menjalankan tugas.
Komentar tersebut disampaikan Said Didu melalui akun Twitter pribadinya @msaid_didu pada Selasa, 25 Mei 2021.
Baca Juga: Ungkap Rasa Sayang karena Belum Bisa Memiliki Ayu Ting Ting, Ivan Gunawan: Nabung Dulu Ya
“Mhn uraikan apa batasan radikalisme yg dimaksud. Justru pengawas harus radikal dlm menjalankan tugas melakukan pengawasan dan tdk boleh takut sama penguasa,” ujarnya.
Sebagai informasi, 24 dari 75 pegawai KPK yang sebelumnya tak lolos tes wawasan kebangsaan masih dimungkinkan untuk dibina sebelum diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN).
"Dari hasil pemetaan asesor, kami sepakati bersama dari 75 orang itu dihasilkan bahwa ada 24 pegawai yang masih dimungkinkan untuk dibina sebelum diangkat menjadi ASN," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
Pada Selasa kemarin, KPK melakukan rapat koordinasi bersama dengan BKN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Turut hadir juga pihak asesor dalam TWK tersebut.
Dia menjelaskan bahwa 51 pegawai KPK lainnya tidak memungkinkan untuk dibina. Mereka tidak bisa bergabung lagi dengan KPK.
"Sebanyak 51 orang ini kembali lagi dari asesor itu warnanya dia bilang sudah merah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan," tuturnya.
Terhadap 24 pegawai tersebut akan mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan.
"Mereka sebelum mengikuti pendidikan diwajibkan menandatangani kesediaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Selesai pendidikan dan pelatihan wawasan kebangsaan dan bela negara, kalau tidak lolos, yang bersangkutan tidak bisa diangkat jadi ASN," ujarnya.***