Soal Polemik Puan-Sumbar, LIPI: Bukan karena Suara PDIP Saja, Tapi Faktor Sentimen di Era Soekarno

4 September 2020, 01:15 WIB
Peneliti LIPI, Asvi Warman Adam.* /Dok. Antara./

PR DEPOK - Nampaknya polemik ucapan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang berharap Sumatra Barat (Sumbar) bisa menjadi provinsi yang turut mendukung Pancasila terus dapatkan tanggapan berbagai pihak.

Setelah sebelumnya tanggapan keras datang dari mantan Ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring serta Juru Bicara (Jubir) PKS Handi Risza, kali tanggapan datang dari sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari RRI, Jumat 4 September 2020, Asvi Warman Adam menilai polemik ucapan Puan Maharani yang berharap Sumbar turut mendukung Pancasila dipicu oleh berbagai faktor.

Baca Juga: Ucapan Puan Maharani Soal Sumbar Kurang Pancasila Dinilai Memojokkan, PKS: Segera Minta Maaf!

Lebih lanjut kata dia, akar masalah tak hanya soal suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di daerah pemilihan Sumbar, melainkan adanya sentimen di masa lalu ketika era Pemerintah Presiden Soekarno dengan masyarakat Sumbar disebut turut menyumbang polemik tersebut.

Adapun sejarah yang dimaksud, dikatakan dia, berkaitan erat dengan pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang dideklarasikan di Sumbar pada tahun 1958 di era kepemimpinan Soekarno.

Masalah itulah, ujar Asvi Warman Adam menjadi salah satu pemantik pernyataan Puan Maharani sebelumnya yang seolah menganggap warga Sumbar tak Pancasilais.

Baca Juga: Eri Cahyadi Didukung PDIP Jadi Cawalkot Surabaya, Tri Rismaharini: Nggak Apa, Biar Saya yang Turun

"Pemerintah pusat era Soekarno dianggap sebagai aktor yang menumpas PRRI," katanya.

Ia menjelaskan, bahwa warga Minang saat itu mengalami trauma usai pemberontakan PRRI hingga muncul sentimen yang berujung kepada hak demokrasi warga Sumbar.

Bahkan, kata Asvi Warman Adam, sejumlah orang lokal dengan sengaja memberikan nama kepada anak-anak mereka dengan nama Jawa. Hal itu dijelaskannya, agar merasa aman pada saat itu.

Baca Juga: Kasus Kian Mengkhawatirkan, Anies Baswedan Akan Larang Pasien Positif Covid-19 Isolasi Mandiri

"Sejak itu orang Sumbar tidak pernah diberikan kesempatan untuk menduduki jabatan strategis. Jadi mereka semacam dianggap ancaman oleh Pemerintah Pusat," ujarnya.

Lebih lanjut kata dia, permasalahan itu berlanjut perihal kecondongan politik warga Sumbar, yang sebelumnya mendapatkan perhatian dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Hal tersebut juga disebabkan polemik peristiwa masa lalu, di mana saat masa Orba dan awal Reformasi, warga Sumbar condong pilihan partai adalah Golkar. Akan tetapi, dalam dua periode terakhir ini, PKS seorang mendominasi di wilayah pemilihan Sumbar.

Baca Juga: Kemenkop UKM dan Mastercard Sepakati Sinergi Kemitraan Perkuat Digitalisasi 40.000 Pelaku UMKM

"Ini mempunyai dampak PKS sebagai partai oposisi yang berlawanan dengan pusat serta PDIP," ucap dia.

Itu pun dipengaruhi faktor sentimen, karena kata dia, Prabowo diketahui anak Sumitro Djojohadikusumo yang merupakan seorang tokoh PRRI.**

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler