Polisi Tolak Laporan Sekretaris FPI, Ombudsman RI: Munarman Kemungkinan Datang dengan 'Polos'

- 27 Desember 2020, 23:00 WIB
Munarman selaku Sekretaris Umum Front Pembela Islam Dilaporan Barisan Ksatrian Nusantara.
Munarman selaku Sekretaris Umum Front Pembela Islam Dilaporan Barisan Ksatrian Nusantara. /Dok. PMJ News

PR DEPOK - Laporan Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Front Pembela Islam (FPI) Munarman ditolak oleh pihak Kepolisian.

Untuk diketahui, Ketua Barisan Kesatria Nusantara Zainal Arifin melaporkan Munarman dengan dugaan penghasutan dan penyebaran berita bohong atau hoaks.

Hal tersebut terkait dengan penembakan enam anggota Laskar FPI pengawal Habib Rizieq Shihab di Tol Jakarta-Cikampek.

Baca Juga: Perlu Diketahui! Psikolog Sebut Jika Orangtua Lakukan Hal Ini akan Berikan Manfaat kepada sang Anak

Menanggapi laporan Zainal Arifin, Sekretaris Umum DPP FPI itu melaporkan balik Zainal Arifin serta seseorang bernama Muhammad Rofii Mukhlis terkait dugaan pencemaran nama baik.

Namun, pihak Kepolisian menolak laporan yang diberikan Munarman.

Pakar hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengungkapkan pandangannya terkait penolakan laporan Munarmat tersebut oleh kepolisian.

Baca Juga: Fadli Sebut Somasi PTPN ke Ponpes HRS Kentara Diskriminasi, Muannas: Ngomporin Terus, Ndak Capek?

Suparji menilai Polisi tak bisa dibilang diskriminatif dalam penegakan hukum tersebut, lantaran sangat mungkin ada syarat yang tidak dipenuhi oleh Munarman saat melayangkan laporannya.

"Polisi punya dasar hukum dalam menindaklanjuti suatu laporan," kata Suparji, dalam pernyataannya, di Jakarta, Minggu 27 Desember 2020.

Lebih lanjut, disampaikan olehnya bahwa laporan pada pihak Kepolisian perlu memperhatikan tentang dugaan tindak pidana yang dilaporkan.

Baca Juga: Waduh! 422 RW di Kota Depok Ditetapkan sebagai Wilayah PSKS Covid-19, Ini Rincian Selengkapnya

"Misal, dugaan tindak pidana pencemaran nama baik maka merupakan delik aduan absolut, sehingga harus yang merasa dirugikan yang dapat melaporkan," tuturnya, seperti dilaporkan Antara.

Penolakan laporan yang disampaikan oleh Munarman menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus karena Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya tentu memiliki pertimbangan dan dasar hukum yang jelas untuk menolak suatu laporan.

Sementara itu, anggota Ombudsman RI Adrianus Eliasta Meliala mengatakan bahwa saling lapor terjadi dalam fase penyelidikan yakni ketika faktor bukti awal sebagai pembentuk unsur menjadi penting.

Baca Juga: Tak Disadari, Minuman Dingin Ternyata Memiliki Efek yang Sangat Berbahaya Bagi Tubuh

Menurutnya, pihak Kepolisian tentu bakal mencari bukti awal, seperti diberitakan Pikiran-Rakyat.com pada artikel 'Laporan Sekretaris FPI Ditolak Kepolisian, Pakar Hukum Utarakan Pandangannya'.

"Polisi tentu akan mencari bukti awal pada fase yang masih cair itu," katanya menerangkan.

Menurutnya, kala pelapor pertama telah menyertakan bukti dalam laporan atau polisi sudah memiliki bukti awal yang relevan, tentu dapat mempercepat keputusan pihak Kepolisian untuk menerima atau menolak laporan balik.

Baca Juga: Menambahkan Madu pada Air Mendidih, Ternyata Salah Besar, Ini Alasannya

Dalam konteks tersebut, anggota Ombudsman RI itu menduga pihak Kepolisian telah memiliki bukti awal bahwa Laskar FPI memiliki senjata terjadi bentrokan dengan polisi.

"Tidak hanya itu, kepolisian kelihatannya juga sudah bersiap ke penyidikan. Sebaliknya, Munarman kemungkinan datang dengan 'polos' saja alias tidak ada hal yang mendukung klaimnya. Jika begitu, tuduhan polisi tidak diskriminatif sulit diterima," katanya menerangkan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menepis tudingan diskriminasi dalam penegakan hukum di Indonesia.

Baca Juga: Sungguh Terlalu, Pemilik Perkebunan di Malaysia Tak Sengaja Tembak TKI Karyawannya, Dikira Hewan Ini

Secara tegas ia menyatakan bahwa pemerintah memastikan tidak akan tebang pilih dalam penegakan hukum terhadap ulama.

Selain itu, Menko Polhukam juga menyatakan bahwa tidak ada kriminalisasi ulama di negeri ini.

Mahfud MD juga menjelaskan, bahwa siapapun yang dihukum memang telah terbukti melanggar Undang-Undang (UU).***(Irwan Suherman/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Adithya Nurcahyo

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x