Pada kondisi saat ini, terlebih adanya kudeta militer dan krisis politik, Fadli Zon menilai bahwa kasus Rohingnya akan semakin diabaikan pemerintah Myanmar.
Itu sebabnya, kata Fadli, pihaknya mendesak agar semua pihak yang terlibat konflk di Myanmar bisa menahan diri.
Selain itu, Fadli Zon mengatakan bahwa dirinya mendorong agar ASEAN melakukan tindakan progresif dalam menyikapi persoalan yang terjadi di Myanmar.
"Menurut saya, ASEAN perlu mendorong terjadinya dialog, dan mungkin juga power sharing antarfraksi yang terlibat konflik. Sebab, selama ini ASEAN sangat lamban dan takbanyak berfungsi dalam mengatasi persoalan-persoalan semacam itu. ASEAN kelihatan tak berdaya dalam menangani masalah Rohingnya apalagi kini ada kudeta," ujarnya.
Fadli Zon juga menegaskan bahwa ASEAN dituntut harus mampu menafsirkan asas non-interference secara lebih progresif.
Sebab, kata dia, selama ini prinsip tersebut telah membelenggu ASEAN untuk melakukan tindakan berarti jika ada konflik yang terjadu di negara anggotanya.
"Kita memang harus menghormati kedaulatan negara lain. Namun, asas non-interference seharusnya tak dimaknai bahwa ASEAN bersikap pasif atas situasu di Myanmar. Saya mendorong agar pemerintah Indonesia bisa menginisiasi dialog tersebut. Tentu DPR akan sangat mendukung langkah tersebut sebagai wujud komitmen terhadap demokrasi dan HAM," ujarnya.***