“Ada dua soal, pertama sumber uang untuk membayar itu dari mana? This is the question, apakah uang pribadi ataukah uang kampanye ataukah uang negara? Itu penting,” ujar Refly Harun, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal Youtube miliknya.
Menurutnya, jika pembayaran terhadap ‘influencer’ seperti Abu Janda ini menggunakan uang negara, maka ini merupakan bentuk abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.
Baca Juga: BSU BLT BPJS Ketenagakerjaan Akan Dialihkan ke Program Kartu Prakerja, Simak Penjelasannya Berikut
Bahkan kalau dalam perspektif pemilu, lanjutnya, sudah jelas itu merupakan pelanggaran pemilu.
“Karena dia mengaku menjadi influencer dalam prosesi berpilpres, itu kalau uang negara. Jadi kalau kita pakai standar tinggi (high standard) terhadap penyalahgunaan keuangan negara, maka kasus ini harusnya kasus yang menghebohkan, kasus yang bisa diinvestigasi oleh DPR, bikin pansus misalnya,” paparnya.
Akan tetapi, lanjut Refly, jika Abu Janda dibayar dengan uang kampanye TKN atau Tim Kampanye Nasional, hal ini bisa dikategorikan sebagai tindakan money politics.
Baca Juga: BSU BLT BPJS Ketenagakerjaan Akan Dialihkan ke Program Kartu Prakerja, Simak Penjelasannya Berikut
Lantaran Permadi Arya bukan anggota tim kampanye yang resmi.
“Yang namanya anggota tim kampanye, ketua dan anggota tim kampanye itu, di mana diketuai oleh Erick Thohir, itukan harus terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah,” jelasnya.
Menurut sepengetahuannya, Abu Janda tidak terdaftar sebagai anggota TKN pada Pilpres 2019 lalu, dan bukan pula anggota partai politik.