Mahasiswa UGM Diduga Nobatkan Jokowi sebagai Juara Inkonsistensi, Refly: Tak Ada Cara Lain, Hentikan UU ITE

- 11 Februari 2021, 17:18 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun. /Instagram/@reflyharun.

PR DEPOK  Aliansi Mahasiswa UGM kabarnya menobatkan Presiden RI Joko Widodo sebagai juara umum lomba inkonsistensi.

Akun Twitter yang mengatasnamakan @UGMBergerak itu memberikan ucapan selamat kepada Jokowi atas kemenangannya sebagai juara lomba ketidaksesuaian omongan dengan kenyataan.

Cuitan tersebut dibagikan sebagai respons atas ucapan presiden yang meminta agar masyarakat lebih aktif memberikan kritik kepada pemerintah.

Baca Juga: Rakyat Diminta Beri Kritik yang Pedas, Rocky Gerung: Cara Paling Elegan adalah Menertawakan Sang Badut

“Selamat kepada bapak presiden RI @jokowi yang juga Alumni UGM. Kami sebagai mahasiswa UGM merasa bangga dengan bapak. Teruslah berkarya dengan oligarki dan para buzzer. Hedeh. #AliansiMahasiswaUGM,” demikian bunyi cuitan dari akun @UGMBergerak.

Akun tersebut menyertai cuitannya dengan unggahan potret Jokowi yang diberi gelar “Juara Umum Lomba Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan”.

Menanggapi unggahan tersebut, pakar hukum tata negara, Refly Harun, menilai hal itu adalah realita yang terjadi, yang bertolak belakang dengan apa yang diungkapkan oleh Jokowi.

Baca Juga: Beri Usul Pemerintah Jika Serius Ingin Dikritik, HNW: Ubah Pasal Karet di UU ITE dan Bubarkan BuzzeRp

Menurutnya, hal ini tidak akan terjadi jika penegak hukum benar-benar menjalankan perannya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, dan bukan sebagai pengancam masyarakat.

“Karena kalau kita menggunakan UU ITE, Pasal Penghinaan, Pasal Ujaran Kebencian, dan lain sebagainya, mudah sekali memenjarakan seseorang, ” ujar Refly Harun dalam keterangannya, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube miliknya.

Ia lantas menyinggung soal UU ITE yang dinilai bersifat karet lantaran hanya menjerat orang-orang tertentu.

Baca Juga: Singgung Abu Janda dalam Rapat Paripurna, Fraksi PKS Muzammil Yusuf: Apakah Dia Dibayar dengan Anggaran APBN?

Salah satu contoh kasus UU ITE ini, kata Refly, adalah penangkapan terhadap ulama hanya karena unggahan gambar atau melontarkan komentar tertentu.

Lebih lanjut, pakar hukum itu menilai ucapan selamat yang dilontarkan akun yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa UGM itu juga merupakan salah satu kritik.

Ia kemudian mempertanyakan soal permintaan Jokowi yang memang ingin dikritik.

Baca Juga: Akui Ingin Jadi Presiden, Susi Pudjiastuti Berniat Tenggelamkan Orang-orang Ini di 100 Hari Pertama Kerja

“Kalau memang konsisten, maka Presiden Jokowi harus memerintahkan kepada Kapolri untuk tidak lagi menggunakan pasal-pasal karet ini. Entah itu sifatnya ujaran kebencian, maupun penghinaan. Kalau ada yang terjadi begitu, sarankan mereka gunakan upaya mediasi di antara mereka. Bahkan bila perlu penegak hukum hanya berperan sebagai mediator, dan jika mediasi tidak selesai, silakan gugat secara perdata,” paparnya.

Menurutnya akan jauh lebih baik ketimbang menangkap dan langsung memenjarakan pihak-pihak yang dinilai melanggar UU ITE karena menyampaikan kritik.

Dengan demikian, ia menganjurkan pemerintah untuk berhenti menggunakan UU ITE jika memang ingin konsisten terhadap permintaan kritik dari masyarakat tersebut.

Baca Juga: Publik Soroti Permintaan Kritik Jokowi, Ruhut Sitompul: di Mana Salahnya? Barisan Sakit Hati Merasa Kecolongan

“Tidak ada cara lain, hentikanlah penggunaan Undang-Undang ITE, kembalikan UU ITE kepada jati dirinya untuk melindungi transaksi elektronik. Jadi bukan membungkam pengkritik,” tuturnya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x