PR DEPOK – Pengamat politik, Rocky Gerung, menanggapi kabar adanya penggunaan buzzer yang dilakukan oleh istana.
Dalam keterangannya, ia menyebutkan bahwa istana tidak paham bahwa suatu kritik sebetulnya bisa menjadi obat bagi pihak yang menerima kritik, dalam hal ini pemerintah.
“Bagian ini yang gak dikenali oleh istana, dan juru bicara presiden, menteri, para pengasuh buzzer ini masih menganggap bahwa ‘enggak kami tidak menghina, kami melakukan profesi’. Tapi kita tahu bahwa kemampuan kekuasaan itu sangat diandalkan kepada per-buzzer-an ini. Bahkan ada peternakan buzzer di istana,” ujar Rocky Gerung di kanal YouTube miliknya, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Ia menuturkan, kekuasaan yang mengandalkan buzzer ini dipicu oleh tidak adanya kalimat efektif yang datang dari presiden, jubir ataupun pihak istana lainnya, sehingga pemerintah memerlukan buzzer untuk membangun opini publik yang baik tentang istana.
Sayangnya, lanjut pengamat politik itu, buzzer-buzzer inilah yang justru menghalangi pikiran-pikiran jernih dari para kritisi.
“Itu yang sebetulnya disebut oleh Pak JK dan Pak SBY. Ya Pak JK memang satirnya lebih berbahaya karena langsung ditusukkan ke kepala presiden dengan menanyakan apa yang harus dilakukan supaya enggak ditangkap,” paparnya menyinggung pernyataan SBY dan JK yang terkait dengan kritik.
Rocky Gerung lantas menyarankan agar presiden mengeluarkan SK yang isinya membahas tentang tutorial cara mengkritik.
“Jadi nanti ada Keppres tentang cara mengkritik, itu untuk menghindarkan kita dari Bareskrim,” sindirnya.
Untuk diketahui, sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa kritik itu layaknya obat, sementara pujian itu layaknya gula.
Baca Juga: Dimas Beck Ungkap Hobi Barunya Mengoleksi Ikan Cupang, Satu Ekor Bisa Sampai Rp15 Juta
1. Obat itu rasanya "pahit". Namun bisa mencegah atau menyembuhkan penyakit. Jika obatnya tepat & dosisnya juga tepat, akan membuat seseorang jadi sehat.
Gula itu rasanya manis, tetapi kalau dikonsumsi secara berlebihan bisa mendatangkan penyakit. *SBY*— S. B. Yudhoyono (@SBYudhoyono) February 13, 2021
“Kritik itu laksana obat & yang dikritik bisa "sakit". Namun, kalau kritiknya benar & bahasanya tidak kasar, bisa mencegah kesalahan. Sementara, pujian & sanjungan itu laksana gula. Jika berlebihan & hanya untuk menyenangkan, justru bisa menyebabkan kegagalan. *SBY*,” cuit SBY di akun Twitter pribadinya.
Sementara itu, pernyataan Jusuf Kalla yang menuai banyak komentar adalah pertanyaannya tentang cara mengkritik tanpa harus dipanggil oleh polisi setelahnya.
“Bapak Presiden mengumumkan silakan kritik pemerintah. Tentu banyak yang ingin melihatnya, bagaimana caranya mengkritik pemerintah tanpa dipanggil polisi, seperti yang dikeluhkan oleh Pak Kwik atau siapa saja,” ujar Jusuf Kalla pada Sabtu, 13 Februari 2021 kemarin.***