PR DEPOK – Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambut kedatangan tujuh orang anggota Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI.
TP3 enam laskar FPI yang wakili Amien Rais itu melakukan pertemuan di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa, 9 Maret 2021.
Kedatangan Amien Rais itu dibenarkan Menko Polhukam Mahfud MD setelah dirinya mendampingi Jokowi menerima anggota TP3.
Mahfud MD menerangkan bahwa intinya, anggota TP3 menyampaikan dua hal pokok tentang tewasnya enam laskar FPI beberapa waktu lalu.
“Pertama harus ada penegakan hukum sesuai ketentuan hukum, sesuai perintah Tuhan bahwa hukum itu adil. Kedua, ada ancaman dari Tuhan kalau orang membunuh orang mukmin tanpa hak, maka ancamannya negara di hadapan neraka jahanam,” tutur Mahfud MD.
Atas pernyataan Amien Rais yang disampaikan Mahfud MD itu, pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun buka suara lewat video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya Refly Harun.
Sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com, Kamis 11 Maret 2021, Refly Harun mengatakan terdapat formalisme hukum terkait penyelesaian kasus penembakan enam laskar FPI.
“Ada formalisme hukum soal bukti-bukti. Tapi sebagaimana pengalaman saya, tim semacam TP3 itu bukanlah penegak hukum yang bisa mengumpulkan bukti secara pro justitia,” ucapnya.
Jadi, kata Refly Harun, kalaupun TP3 mengumpulkan informasi dan lain sebagainya, tidak berarti itu menjadi alat bukti, tetapi hanya petunjuk saja.
“Oleh karena itu, untuk melakukan hal ini, Presiden harus bersikap aktif untuk mendorong proses ini agar berlangsung secara transparan,” ujar Refly Harun.
Ia menjelaskan, jika Jokowi membiarkan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan masalah ini, maka yang terjadi adalah ada conflict of interest.
“Bagaimana mungkin penegak hukum akan menyelidiki dan menyidik soal ini secara independen kalau diduga itu melibatkan aparat penegak hukum sendiri,” katanya lagi.
Masih dalam video tersebut, Refly Harun kemudian menyinggung sebuah istilah yang disebut ‘Geng Solo’.
“Bisa jadi penyelesaian kasus ini sangat tergantung dari ‘Geng Solo’. Yaitu Presiden Jokowi sendiri, yang kedua Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri, dan Amien Rais yang juga berasal dari Solo.”
“Kenapa begitu? Teorinya adalah, harus ada triangle ini kalau mau menyelesaikan soal ini secara lebih terang dan transparan,” ucap dia melanjutkan.
Menurut Refly Harun, Presiden Jokowi sebagai atasan Kapolri harus memberikan perlindungan penuh kepada Kapolri.
Hal itu, lanjut dia, bertujuan agar Polri bisa mengusut kasus tersebut setuntas-tuntasnya, apalagi bila ada struktur yang terlibat, yang membuat Kapolri tak bisa berjalan lebih jauh.
“Kapolri tentu memiliki peran yang signifikan karena dia adalah penegak hukum tertinggi di Republik ini di jajaran kepolisian dan kasus ini disidik oleh penegak hukum di jajaran kepolisian juga,” katanya.
Oleh sebab itu, Refly Harun berharap triangle tersebut dapat menyelesaikan kasus penembakan laskar FPI.
“Sementara Amien Rais adalah representasi dari civil society yang terus menerus mendesak dan mengingatkan kepada baik kekuasaan maupun penegak hukum agar kasus ini tidak dilupakan,” kata Refly Harun.***