PR DEPOK – Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun kembali menyuarakan pendapatnya terkait isu Partai Demokrat.
Sebelumnya, Mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat, Tridianto menilai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tidak dewasa dalam menghadapi polemik internal partainya.
Sebab menurut Tridianto, AHY sedari awal sudah menyampaikan polemik yang saat ini tengah terjadi di partainya itu ke hadapan publik.
Diketahui, belakangan AHY beberapa kali melakukan beberapa kunjungan atau safari politik ke sejumlah pejabat dan tokoh politik nasional.
Refly Harun menilai safari politik tersebut adalah hal yang lumrah dan penting untuk dilakukan.
“Jadi kalau langkah politik bersafari ke Kemenkumham, bersafari ke KPU, bersafari ke Menko Polhukam, bersafari ke Prof. Jimly Asshiddiqie ya tidak salah juga."
“Itu namanya meminta dukungan politik atau political support, karena itu penting,” ucapnya seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun pada Kamis, 11 Maret 2021.
Di samping itu, Refly Harun mengatakan bahwa sebenarnya kunci dari isu tersebut tetap berada di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Kalau Jokowi ingin Istana ‘bersih’, silakan suruh Moeldoko memilih apakah jabatan KSP atau berjuang untuk Demokrat.”
“Jangan lupa, KSP itu seperti ‘punai di tangan’, sudah ada. Tapi kalau kita mau mengharapkan ‘bangau terbang tinggi’ ya harus berjuang untuk mendapatkan Demokrat, termasuk melawan kritik, caci maki, dan lain sebagainya,” ucapnya.
Menurut penilaiannya, pihak Istana tidak akan mengambil tindakan yang terkesan dramatis tersebut, yakni memberikan pilihan pada Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
“Bahkan kalau kita bicara tentang etika tertinggi, kalau benar Jokowi tidak tahu apa yang dilakukan oleh Moeldoko, maka itu sudah merupakan sebuah kesalahan,” ujarnya.
Refly Harun mempertanyakan, bagaimana mungkin melakukan tindakan yang luar biasa seperti melakukan take over pada partai lain, tapi tidak memberitahukan Presiden.
“Karena ada konsekuensi atas kesibukan dan mandat jabatan yang diberikan oleh Presiden sebagai pembantu Presiden,” kata Refly Harun lagi.
Lebih lanjut, Refly Harun menilai bahwa sikap yang diambil Istana saat ini layaknya buah simalakama.
“Jika mengaku kalau mereka tahu nanti dianggap Istana yang justru berada di balik ini semua, kalau mengaku tidak tahu ya aneh saja, masa tidak tahu?” katanya.
Refly Harun menuturkan bahwa tidaklah mudah menyelesaikan persoalan Demokrat apabila ada keterlibatan Istana di dalamnya.
“Tapi kalau Istana memutus mata rantai tersebut, selesai saya kira. Para pendukung KLB kalau masih berjuang ya dia harus berjuang sendiri. Karena kita tahu bahwa keputusan politik dan keputusan hukum sering tidak steril,” ucap dia.
Refly Harun menjelaskan, jika pengambilalihan tersebut tidak diprotes masyarakat, barangkali akan berjalan mulus.
“Tapi kalau opini masyarakat tidak mendukung ya paling tidak Istana dan Kemenkumham berpikir dua kali untuk langsung mengesahkan,” ujar akademisi itu.
Terlepas hal itu, polemik tersebut justru menjadi sebuah ujian kepemimpinan bagi Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Karena menurut pria berusia 51 tahun ini, sesungguhnya AHY masih mentah dalam kepemimpinan partai politik.
“Ini masalah yang sangat pelik dan berat untuk dihadapi karena yang dilawan adalah kekuasaan yang berlindung dengan Istana,” kata Refly Harun.***