Dalam keterangan unggahan itu, Henry menjelaskan bahwa salah satu pria yang dihajar dalam video merupakan salah satu orang Indonesia yang terkena rasisme di Amerika Serikat (AS).
Namun, unggahan yang kini telah dihapus tersebut mendapatkan komentar dari akun @raviopatra yang menyatakan bahwa video tersebut hoaks atau palsu.
Akun @raviopatra mengingatkan Henry agar lebih teliti memeriksa suatu informasi sebelum diunggah ke media sosial.
Pernyataan akun @raviopatra tersebut lantas menuai banyak komentar dari publik yang tak habis pikir dengan sikap Henry selaku Staf Ahli Menteri Komunikasi itu.
Setelah ramai diperbincangkan warganet, Henry akhirnya memberikan pernyataan bahwa konten hoaks tersebut sengaja ia unggah Twitter untuk eksperimen.
"Sy justru kdg sengaja bereksperimen, apa yg sdh tersebar ckp lama di bnyk WA group & FB, saat sy coba naikkan ke twitter, ternyata reaksi di twitter itu lbh cepat dlm mengoreksi content, terutama pd akun yg jelas pemiliknya. Hanya sejam sdh bnyk yg ngoreksi. Baguslah. Thanks," kata Henry melalui akun @henrysubiakto.
Sy justru kdg sengaja bereksperimen, apa yg sdh tersebar ckp lama di bnyk WA group & FB, saat sy coba naikkan ke twitter, ternyata reaksi di twitter itu lbh cepat dlm mengoreksi content, terutama pd akun yg jelas pemiliknya. Hanya sejam sdh bnyk yg ngoreksi. Baguslah. Thanks. pic.twitter.com/FnzfaUZcC0— Henry Subiakto (@henrysubiakto) March 31, 2021
Selain itu, Henry juga mengaku tengah mengamati perilaku warganet dalam menanggapi konten hoaks.
Dia menjelaskan bahwa ternyata konten hoaks itu membuktikan kekritisan warganet, khususnya di Twitter ketika menemukan konten hoaks dan cenderung keras ketika menyerang kekeliruan yang terjadi tersebut.