PR DEPOK – Aktivis dakwah, Hilmi Firdausi turut menanggapi munculnya pertanyaan doa qunut di dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hilmi mengatakan bila qunut, maulid, dan tahlil dijadikan sebagai pertanyaan TWK, maka yang paling punya wawasan tersebut adalah Habib Rizieq Shihab dan Front Pembela Islam (FPI).
Pasalnya, kegiatan keagamaan tersebut kerap dilakukan oleh Habib Rizieq dan FPI.
Tetapi nyatanya, lanjut Hilmi, dia yang melakukan qunut dan maulid pun masih disebut radikal.
Pendapat tersebut disampaikan Hilmi Firdausi melalui akun Twitter pribadinya @Hilmi28 pada Kamis, 6 Mei 2021.
“Kalau qunut, maulid, tahlil dsj misal dijadikan pertanyaan wawasan kebangsaan, maka HRS & FPI adalah yg paling punya wawasan kebangsaan karena ritualnya setiap saat ya sprti itu. Tapi nyatanya...lawong saya yg qunutan, maulidan dsj sj masih dibilang ust radikal kok sama buzzer,” katanya.
Selain itu Hilmi juga merasa aneh dengan qunut yang menjadi pertanyaan TWK bagi pegawai KPK.
Dia pun mendoakan agar orang-orang terbaik KPK tidak disingkirkan dengan persoalan seperti ini.
“Sy berqunut tiap hari. Tapi jk pas ditunjuk jd Imam di Masjid yg tdk berqunut, sy ikut. Toleransi kita ttg furuiyah justru akn menguatkan ukhuwah. Makanya aneh sekali klo masalah qunut jd pertanyaan wwsan kebangsaan. Smg org2 terbaik KPK tdk tersingkir gara2 masalah sepele bgini,” ujarnya.
Baca Juga: Disinggung Said Didu Soal Kritiknya ke KPK, Fahri Hamzah: Panjang Cerita, Intinya KPK Juga Manusia
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) menggelar asesmen wawasan kebangsaan bagi seluruh pegawai tetap dan pegawai tidak tetap KPK.
Asesmen tersebut merupakan salah satu rangkaian proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana amanah UU Nomor 19 Tahun 2019 yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.
Materi dalam asesmen wawasan kebangsaan, yaitu integritas berbangsa untuk menilai konsistensi perilaku pegawai apakah sesuai dengan nilai, norma, dan etika organisasi dalam berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya netralitas ASN untuk menilai ketidakberpihakan pegawai pada segala bentuk pengaruh manapun dan pihak siapapun.
Terakhir, antiradikalisme untuk menilai kesetiaan pegawai terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah.***