Pertama, tidak adanya studi kelayakan mengenai objek tanah. Kedua, tidak dikerjakannya studi appraisal dan tidak adanya kelengkapan persyaratan yang berkaitan dengan data terkait yang dan bisa dijadikan pendukung.
Ketiga, ada sejumlah proses dan tahapan pengadaan tanah yang diduga tidak dijalankan mengikuti SOP yang berlaku ditambah adanya berkas yang diatur secara ‘backdate’.
Keempat, Diduga telah ada kesepakatan awal antara Pihak Anja Runtuwene dan PDPSJ mengenai harga sebelum melakukan proses negosiasi.
KPK menduga akibat perbuatan yang disebabkan oleh para tersangka, disinyalir negara merugi hingga Rp152,5 miliar.
Baca Juga: Lakukan Kunjungan Kerja ke Jawa Timur, Ridwan Kamil: Membalas Kunjungan Ibu Khofifah Bulan Lalu
Kasus berawal ketika Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta yakni Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) yang berkecimpung di bidang properti tanah dan bangunan berniat untuk mendapatkan tanah di wilayah Jakarta.
Tanah tersebut rencananya akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah.
“Salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan PDPSJ dalam hal pengadaan tanah di antaranya adalah PT Adonara Propertindo (AP) yang kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan,” tutur Setyo.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Jujur Soal Polemik KPK, Said Didu: Ini Sama dengan Desak Kodok agar Terbang