"Omong kosong laporan TPF Munir hilang. Laporan pasti ada di istana, tapi juga di laci para penegak hukum. Pada hari laporan itu disampaikan, Presiden SBY membagikannya pada mereka. Mungkin omong kosong hilang itu cermin upaya penguasa mengelak desakan mengusut sekutunya sendiri?," ujar Rachland Nashidik.
Lebih lanjut, Rachland menegaskan bahwa kabar laporan TPF yang dihilangkan SBY untuk mencegah terungkapnya pembunuhan Munir adalah hoaks.
Baca Juga: Apa Itu Covid-19 Varian Mu? Simak Ciri dan Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
Ia mengungkapkan bahwa faktanya rantai kasus putus karena Muchdi PR, Deputi V BIN dibebaskan pengadilan pada saat itu.
"Twist seolah laporan TPF dihilangkan SBY untuk mencegah pengungkapan pembunuhan Munir adalah hoax. Fakta keras: pemidanaan aktor aktor utama, dari Garuda hingga BIN, sudah dilakukan. Tapi rantai kasus putus karena Muchdi PR, Deputi V BIN saat Munir dibunuh, dibebaskan pengadilan," kata Rachland Nashidik.
Selanjutnya, Rachland mengungkapkan bahwa saat itu selama penyidikan masih berlangsung, pemerintah memutuskan agar laporan TPF tak dibuka.
Saat itu laporan TPF tak dibuka tidak dipersoalkan, tetapi kini saat masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) kebutuhan agar dibukanya laporan TPF baru terasa kuat karena kasus seperti berhenti begitu saja.
"Pemerintah saat itu memutuskan laporan TPF tak dibuka selama penyidikan masih berlangsung. TPF tak mempersoalkannya karena faktanya hukum bekerja mengusut dan memidana nama-nama dalam laporan TPF. Kebutuhan agar laporan TPF dibuka baru terasa kuat saat kasus stop di masa Jokowi," ujar Rachland Nashidik, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Twitter @rachlannashidik.