"Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba, hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan," kata Asrorun Niam Soleh dalam konferensi pers Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI pada Kamis, 11 November 2021, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.
Lebih lanjut, dirinya menuturkan bahwa pada dasarnya aktivitas pinjam meminjam atau utang piutang merupakan kebajikan yang berlandaskan saling tolong menolong yang dianjurkan, selama aktivitas tersebut tidak sampai bertentangan dengan prinsip syariah.
Baca Juga: Komedian Rony Dozer Tutup Usia, Tora Sudiro dan Rency Milano Bagikan Momen Ini
Akan tetapi, dalam praktiknya, pinjol melakukan penagihan utang piutang yang dapat menimbulkan ancaman, baik ancaman fisik maupun ancaman membuka aib bagi seseorang yang tidak mampu membayar, yang mana hal tersebut sangat diharamkan.
Sementara untuk kasus kripto, Niam mengatakan bahwa mata uang kripto dinilai tidak memenuhi syaratnya secara syariah, karena uang kripto tidak diketahui wujud fisiknya, nilainya, dan jumlahnya secara pasti.
"Dan tidak memenuhi syarat sil'ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli," ujar dia.
Baca Juga: Lokasi Samsat Keliling untuk Depok dan Wilayah Jabotabek, Jumat 12 November 2021
Hingga saat ini, pemerintah Indonesia pun tidak mengakui mata uang kripto sebagai alternatif alat pembayaran selain mata uang rupiah.
Namun, aktivitas perdagangan uang kripto sudah memiliki regulasi yang diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan dalam Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka.***