Cholil Nafis: Jangan Sampai Pencemarah yang Mengkritik Pemerintah Disebut Radikal

- 7 Maret 2022, 17:50 WIB
Ketua MUI Pusat Cholil Nafis.
Ketua MUI Pusat Cholil Nafis. /Antara/Anom Prihantoro/

PR DEPOK - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah mengeluarkan penjelasan terkait dengan ciri-ciri dan indikator penceramah radikal.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis berharap agar penceramah yang mengkritik pemerintah tidak dicap radikal.

Harapan itu disampaikan Cholil melalui akun Twitter pribadinya @cholilnafis pada Senin, 7 Maret 2022.

Baca Juga: Rusia Memanas: 10.000 Demonstran Ditangkap, Rakyat Tak Takut Dipenjara hingga Tolak Invasi ke Ukraina

Cuitan Cholil Nafis soal isu penceramah radikal.
Cuitan Cholil Nafis soal isu penceramah radikal. Twitter @cholilnafis

Ya. Kita tak suka penceramah yang membangkang negara dan anti pancasila yg itu pasti melanggar hukum Islam dan hukum nasional kita” 

Tapi jangan sampai yang amar ma’ruf dan nabi munkar karena mengkritik pemerintah lalu disebut radikal,” ujarnya seperti dikutip PikiranRakyat-Depok.com.

Sebelumnya Dikretur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Jenderal Ahmad Nurwakhid memberikan beberapa indikator yang bisa dilihat dari isi materi yang disampaikan penceramah radikal.

Baca Juga: Sebut Anak Mereka Hanya Umpan Meriam di Ukraina, Ibu dari Para Tentara Merasa Ditipu Rusia

Pertama, mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro idieologi khilafah transnasional.

Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidak percayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks.

Baca Juga: Vanessa Angel Disebut Hamil di Luar Nikah, Haji Faisal Pasang Badan Bela Gala Sky: Cucu Saya Tidak Berdosa

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).

Kelima, biasanya memiliki pandangan anti budaya ataupun anti kearifaan lokal keagamaan.

Sejalan dengan itu, Nurwakhid juga menegaskan strategi kelompok radikalisme memang bertujuan untuk menghancurkan Indonesia melalui berbagai strategi yang menanamkan doktrin dan narasi ke tengah masyarakat.

Baca Juga: Geram, Warga Palestina Sebut Dukungan Kemanusiaan Israel untuk Ukraina adalah Kemunafikan

Strategi ini dilakukan dengan mempolitisasi agama yang digunakan untuk membenturkan agama dengan nasionalisme dan agama dengan kebudayaan luhur bangsa.

Proses penanamanya dilakukan secara massif di berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk melalui penceramah radikal tersebut.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah