Tagih Janji Erick Thohir ‘Bersih-bersih’ BUMN, Fadli Zon: Komitmen Dia Lemah

- 15 Juli 2020, 15:02 WIB
Politisi dan Wakil Ketua Gerindra Fadli Zon.*
Politisi dan Wakil Ketua Gerindra Fadli Zon.* /Twitter @fadlizon

PR DEPOK - Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR yang juga politis Partai Gerindra Fadli Zon menagih janji menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang pada awalnya ingin melakukan bersih-bersih di kementerian yang dipimpinnya.

Menurut Fadli, ketika dilantik menjadi menteri pada tahun lalu, Erick Thohir sudah berjanji akan melakukan bersih-bersih di kementeriannya. Sebagai orang swasta, Erick berjanji akan bekerja keras memulihkan nama baik BUMN. Ucapan Erick Thohir tersebut disampaikan tidak lama setelah dirinya dilantik pada 23 Oktober 2019.

Ketika Desember 2019, ia memberhentikan seluruh direksi PT Garuda Indonesia, banyak orang yang memuji sebagai bentuk tindakan bersih-bersih,” kata Fadli Zon dalam unggahannya di akun Instagram pribadinya @fadlizon, Rabu, 15 Juli 2020.

Baca Juga: Hari Pajak 2020, Semangat Bersama Atasi Krisis Ekonomi Nasional dengan Taat Bayar Pajak 

Fadli Zon menilai, pujian itu terlalu diri untuk diberikan. Sebab, memecat direksi yang tertangkap basah melakukan tindak pidana sebenarnya bukanlah sebuah keputusan istimewa.

“Ada orang terbukti melanggar hukum, lalu ditindak. Apa istimewanya?,” ucapnya.

Dirinya menambahkan bahwa jika kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah bersih-bersih sebenarnya tak akan ditemukan.

Namun, lanjut Fadli, jika dilihat dari penggunaannya, istilah ‘bersih-bersih’ sebenarnya lebih cenderung bersifat ‘preventif” ketimbang ‘kuratif’.

Baca Juga: Ridwan Kamil Akan Sanksi Warga Jabar yang Tidak Bermasker, DPRD Usulkan Opsi Lain yang Lebih Jera 

“Artinya, bersih-bersih adalah sebuah tindakan terencana, bukan spontan, untuk mencegah agar hal-hal buruk tak terjadi,” tuturnya.

“Merujuk pada pengertian tersebut, sesudah satu semester lewat, saya melihat komitmen Menteri BUMN untuk melakukan tindakan bersih-bersih ternyata sangat lemah, bahkan cenderung mengarah pada hal sebaliknya,” katanya melanjutkan.

Menurutnya, ada beberapa alasan yang mendukung pernyataan tersebut. Pertama, Menteri BUMN membuat preseden buruk dengan mengangkat tokoh partai politik sebagai komisaris BUMN.

“Seburuk-buruknya pengelolaan BUMN di masa lalu, keputusan ini belum pernah terjadi sebelumnya,” ucapnya.

Baca Juga: Tersisa 1.115 Kasus Lagi, 165 Personel di Secapa AD Bandung Dinyatakan Negatif Covid-19 

Fadli menilai, pengangkatan tokoh parpol sebagai komisaris perusahaan negara jelas bertentangan dengan UU No. 19/2003 tentang BUMN, terutama pada Pasal 33 huruf (b) jo Pasal 45 Peraturan Pemerintah (PP) No. 45/2005 yang melarang anggota komisaris BUMN merangkap jabatan yang lain karena dapat menimbulkan benturan kepentingan.

Penunjukan itu, menurut Fadli, juga melanggar Peraturan Menteri BUMN nomor Per-02/Mbu/02/2015 yang menyatakan komisaris BUMN bukanlah pengurus partai politik.

Namun, sejak dilantik jadi menteri pada Oktober 2019 hingga saat ini, Erick Thohir setidaknya telah melantik 9 orang tokoh parpol sebagai komisaris BUMN.

Mulai dari Basuki Tjahja Purnama (BTP) alias Ahok sebagai Komisaris Pertamina, Bank Mandiri, BRI, Pelindo I, Hutama Karya, PLN hingga yang terbaru Wawan Iriawan dari Nasdem dan Rizal Mallarangeng dari Partai Golkar yang masuk dalam jajaran direksi PT Telkom.

Baca Juga: Hana Hanifah Minta Maaf, Polrestabes Medan Tetapkan 2 Muncikari sebagai Tersangka Prostitusi Online 

“Ada sejumlah parpol yang sejauh ini mendapat jatah kursi komisaris BUMN. Ini adalah preseden buruk dalam mengelola BUMN,” kata Fadli.

Kedua, Erick Thohir juga dianggap telah mengabaikan azas kompetensi dan prinsip pembagian kekuasaan dengan memasukkan unsur-unsur aktif TNI, Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), Kejaksaan, Kehakiman, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai komisaris BUMN.

“Penunjuukkan semacam ini menurut saya telah mengacaukan sistem, baik sistem meritokrasi di dalam perusahaan negara, maupun mengacaukan sistem tata negara modern yang seharusnya disiplin dengan pembagian kekuasaan,” tuturnya.

Baca Juga: Pengakuannya Berbeda dari Sebelumnya, Polisi: Pemilik Warung Akui Kenal Yodi Prabowo 

Ketiga, terjadinya rangkap jabatan komisaris BUMN secara masif dan kolosal. Menurutnya, akhir bulan lalu, Ombudsman merilis temuan soal 397 kasus rangkap jabatan yang terjadi di kursi komisaris BUMN dan 167 kasus rangkap jabatan yang terjadi di anak perusahaan BUMN.

“Jika Menteri BUMN mengatakan 'akhlak' merupakan faktor vital dalam pengelolaan perusahaan negara, maka kita sebenarnya mempertanyakan di mana posisi 'akhlak' dalam penyelesaian kasus rangkap jabatan serta perangkapan para komisaris yang menabrak berbagai peraturan tadi?,” ucapnya.***

Editor: M Bayu Pratama


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x