Droplet inilah yang kemudian dikhawatirkan berpotensi mengandung Covid-19.
“Orang-orang perlu memahami virus ini ada di udara, dan mereka menghembuskan virus 10 kali lebih banyak ketika mereka berteriak atau berbicara dengan keras,” tutur spesialis penyakit menular di University of Colorado, Jose L. Jimenez, PhD dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.
Baca Juga: Usai Mengikrarkan Janji Suci, Pria Ini Sibuk Buka Laptop dan Mulai Pertandingan Football Manager
Lebih lanjut Jiminez mengungkapkan bahwa, tidak banyak berbicara membuat seseorang 98 persen lebih kecil kemungkinan untuk mengeluarkan droplet di udara, dibandingkan mereka yang berbicara dengan volume keras.
Sementara itu, jika seseorang berbicara dengan pelan atau berbisik, kemungkinan untuk menyebarkan droplet 80 persen lebih rendah.
Dokter spesialis penyakit menular itu pun menambahkan bahwa mungkin pandemi akan berakhir jika masyarakat jarang berbicara.
“Yang benar adalah jika semua berhenti berbicara selama satu atau dua bulan, pandemi mungkin akan pergi,” tutur Jiminez.
Sementara itu, menurut Jiminez, efektivitas dari mengurangi volume dan intensitas bicara dalam mencegah penyebaran Covid-19 sama besarnya dengan menggunakan masker.
Baca Juga: Kabar Duka, Tokoh Pers Senior Indonesia Jakob Oetama Meninggal Dunia
Oleh karena itu, Jiminez mengingatkan agar ketika masyarakat mengobrol, makan malam atau berinteraksi dengan siapapun di luar ruangan, jangan terlalu banyak berbicara.