Komentari Aktivis KAMI Ditangkap, Fahri Hamzah: Kenapa Tidak Tangkap 575 Anggota DPR yang Bikin UU?

- 15 Oktober 2020, 22:03 WIB
Salah satu deklarator KAMI, Fahri Hamzah.*
Salah satu deklarator KAMI, Fahri Hamzah.* /Instagram/@fahrihamzah./

PR DEPOK - Dalam aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law yang berujung ricuh, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap 8 orang yang diduga menyebarkan ujaran kebencian yang menyebabkan kerusuhan.

Penangkapan kedelapan orang yang merupakan anggota dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tersebut berawal dari percakapan WhatsApp Group (WAG).

Menurut Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono, isi percakapan dalam grup tersebut dianggap menyulut kebencian dan menyinggung perihal rencana perusakan saat unjuk rasa.

Baca Juga: Soal Menteri Kabinet Jokowi-Ma'ruf, Prabowo Akui Akan Pilih Orang yang Sama Jika Menang Pilpres 2019

Dua dari delapan orang yang ditangkap tersebut adalah Anggota Komite Eksekutif KAMI Syahganda Nainggolan dan Deklarator Anggota Komite Eksekutif KAMI Jumhur Hidayat.

Penangkapan kedua orang itu mendapatkan perhatian dari Fahri Hamzah selaku salah satu deklator KAMI.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari RRI, Fahri Hamzah menyesalkan penangkapan aktivis KAMI Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan.

Ungkapan tersebut disampaikan Fahri Hamzah yang juga sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gelora di akun Instagram pribadinya @fahrihamzah.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 

PAK PRESIDEN DAN PAK KYAI, KENAPA SEMUA HARUS BERAKHIR DI BUI? Kalau penguasa mau mendengar, Jumhur dan Syahganda jangan ditangkap. Mereka adalah alumni ITB yang idealis. Saya kenal keduanya sudah sejak 30 tahun lalu. Mereka adalah teman berdebat Yang berkwalitas. Mereka dl korban rezim orba yg otoriter. Kok rezim ini juga mengorbankan mereka? Dulu saya menentang teori “crime control” dalam pemberantasan korupsi yang dianut KPK sebab saya khawatir ini akan jadi mazhab penegakan hukum di negara kita. Saya bersyukur melihat KPK lembali ke jalan hukum tapi sedih dengan ideologi lama itu di prektekkan penegak hukum lain. Inti dari “crime control” adalah penegakan hukum yg mendorong “tujuan menghalalkan cara” atau “end justifies the means”. Penegak hukum menganggap menangkap orang tak bersalah agar tercipta suasana terkendali. Padahal kedamaian dan ketertiban adalah akibat dari keadilan. Kalau melihat abjad dari kriminalitasnya, yang harus ditangkap duluan ya orang-orang yang terekam CCTV itu sebagai perusuh. Bukan kritikus Yang berjasa bagi demokrasi. Kalau kritik mereka dianggap memicu kerusuhan, kenapa tidak tangkap 575 anggota DPR yang bikin UU berbagai versi yang kemudian bikin rusuh? Ayolah, mari kembali kepada yg benar bahwa kegaduhan publik ada dasarnya. Kerusuhan dan pengrusakan fasilitas publik adalah kejahatan. Tapi kejahatan dan kritik tidak tersambung. Kriminalitas akarnya adalah niat jahat. Tapi kritik muncul sbg respon atas tata kelola yang gagal. Hukum tidak boleh menyasar para pengritik sementara perusuh dan vandalime belum diselesaikan. Apalagi menuduh mantan presiden segala. Sungguh suatu tindakan yang sembrono dan tidak punya etika. Mau apa sih kita ini? Mau adu domba siapa lagi? Mau ngerusak bangsakah kita? Malam ini dari kampung yg sepi saya bersedih. Rasanya ada yang aneh di seputar kekuasaan. Ada agenda yang menurut perasaan saya bukan agenda pemerintahan yang sah. Tapi kita semua hanya bisa menduga tak bisa menyebut nama sebab sebagai rakyat, salah ketik bisa masuk penjara. Saya hanya bisa kirim doa kepada pak presiden & pak kyai. Semoga bisa jernih meliha realitas ini. Kita tidak bisa begini. #fahrihamzah #partaigelora #indonesia

Sebuah kiriman dibagikan oleh Fahri Hamzah (@fahrihamzah) pada

Baca Juga: Akui Pesangon Diturunkan di UU Ciptaker, Menaker: Hanya 7 Persen Perusahaan yang Mampu Mengikuti

"Kalau penguasa mau mendengar, Jumhur dan Syahganda jangan ditangkap," kata Fahri Hamzah dalam unggahannya, Kamis 15 Oktober 2020.

Adapun alasan hal tersebut dikatakan dia karena Fahri Hamzah mengaku kenal baik sosok dua sahabatnya tersebut sebagai alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) yang idealis.

"Saya kenal keduanya sudah sejak 30 tahun lalu. Mereka adalah teman berdebat yang berkualitas. Mereka dulu korban rezim orba (orde baru) yang otoriter. Kok rezim ini juga mengorbankan mereka?," katanya.

Menurut mantan Wakil Ketua DPR RI ini jika melihat abjad dari kriminalitasnya, seharusnya yang ditangkap duluan adalah orang-orang yang terekam CCTV yang merupakan perusuh dalam aksi demonstrasi tersebut.

Baca Juga: Soal Pelajar Ikut Demo UU Ciptaker, Anies Baswedan: Jangan Dikeluarkan dari Sekolah, Sudah Tak Zaman

"Bukan kritikus yang berjasa bagi demokrasi. Kalau kritik mereka dianggap memicu kerusuhan, kenapa tidak tangkap 575 anggota DPR yang bikin UU berbagai versi yang kemudian bikin rusuh?," ujar Fahri Hamzah.

Fahri Hamzah juga mengingatkan bahwa hukum tak boleh hanya menyasar para pengkritik, sementara perusuh dan pembuat vandalisme belum diselesaikan.

"Apalagi menuduh mantan presiden segala. Sungguh suatu tindakan yang sembrono dan tidak punya etika. Mau apa sih kita ini? Mau adu domba siapa lagi? Mau ngerusak bangsa kita?," ucap Fahri.

Dia menduga bahwa ada yang janggal pada seputar kekuasaan. Terdapat agenda yang menurutnya bukan agenda pemerintahan yang sah.

Baca Juga: Soal Penangkapan 8 Tokoh KAMI, Polisi Temukan Seruan Penjarahan seperti Tahun 1998 di Grup WhatsApp

"Tapi kita semua hanya bisa menduga, tak bisa menyebut nama sebab sebagai rakyat, salah ketik bisa masuk penjara," katanya.

Lalu, Fahri menutup penjelasannya dalam unggahan dengan doa dan harapannya.

"Saya hanya bisa kirim doa kepada Pak Presiden dan Pak Kyai. Semoga bisa jernih melihat realitas ini. Kita tidak bisa gini," ucapnya mengakhiri.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Instagram


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah