Pasal 46 di Naskah UU Cipta Kerja Dihapus, Stafsus Presiden Beri Penjelasan

- 24 Oktober 2020, 06:20 WIB
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono dalam diskusi terkait rancangan Omnibus Law Cipta Kerja di Gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta, Jumat 21 Februari 2020.*
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono dalam diskusi terkait rancangan Omnibus Law Cipta Kerja di Gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta, Jumat 21 Februari 2020.* /Antara/Desca Lidya Natalia./

PR DEPOK - UU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu, hingga kini masih menimbulkan polemik.

Setelah sebelumnya, jumlah halaman naskah UU Cipta Kerja mengalami penambahan dari 812 menjadi 1.187 pun menjadi polemik.

Polemik kali ini berkaitan dengan Pasal 46 yang terdiri dari empat ayat di dalam naskah UU Cipta Kerja tersebut dilaporkan telah dihapus.

Baca Juga: Usul Tim Pemburu Harun Masiku Dibubarkan, ICW: KPK Bukan Tidak Bisa, Tapi Enggan Meringkusnya

Terkait hal tersebut, Staf Khusus (Stafsus) Presiden bidang Hukum, Dini Purwono memberikan penjelasan.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara, Sabtu 24 Oktober 2020, Dini menjelaskan penghapusan Pasal 46 tersebut tidak mengubah substansi yang telah disepekati oleh Panitia Kerja atau Panja DPR.

"Yang tidak boleh diubah itu substansi, dalam hal ini penghapusan tersebut sifatnya administratif/typo (salah ketik) dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui Rapat Panja Baleg DPR," katanya.

Pasal 46 tersebut sejatinya merupakan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang sebelumnya tercantum dalam naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Joko Widodo.

Baca Juga: Dimakamkan Dekat Posko Pemenangan PDIP, Teguh Prakosa Akui Baru Gelar Kampanye di Rumah Suami Yulia

Namun, belakangan pasal tersebut dihapus dari naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara ke sejumlah organisasi masyarakat Islam.

Supratman menjelaskan bahwa Pasal 46 UU Migas itu berkaitan dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas karena Panja DPR tidak menerima usulan pemerintah soal pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Intinya Pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing," kata Dini.

Dalam naskah final UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang diserahkan DPR ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) ternyata masih tercantum pasal tersebut.

Baca Juga: Kerap Disematkan Anti-Pancasila, Rocky Gerung Sebut Habib Rizieq Lebih Pancasilais Ketimbang Jokowi

Mengenai hal itu, Dini menyebutkan Kemensetneg justru melakukan tugasnya dengan baik melakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum diserahkan ke Presiden Joko Widodo.

"Dalam proses cleansing final sebelum naskah dibawa kepada Presiden, Setneg menangkap apa yang seharusnya tidak ada dalam UU Cipta Kerja dan mengkomunikasikan hal tersebut dengan DPR," ucap dia.

Dini menilai, penghapusan Pasal 46 justru menjadikan substansi UU Cipta Kerja menjadi sejalan dengan apa yang sudah disepakati dalam rapat panja.

"Yang jelas perubahan dilakukan agar substansi sesuai dengan yang disepekati dalam rapat panja, sudah dengan sepengetahuan DPR dan diparaf oleh DPR. Perubahan dilakukan dengan proper, itu yang terpenting," ujarnya.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x