Erat Kaitan dengan 200 Penyakit Pengancam Nyawa, Obesitas Tingkatkan Risiko Kematian Jika Terpapar Covid-19

4 Maret 2021, 14:41 WIB
Ilustrasi obesitas. /Reuters/

PR DEPOK – Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) menyatakan obesitas harus dipahami sebagai suatu penyakit kronis yang kompleks, progresif, dan berpotensi kambuh kembali.

Penyakit ini terjadi bukan akibat kesalahan individu mengonsumsi banyak asupan dan kurang berolahraga.

“Obesitas adalah berat badan berlebih yang diakibatkan oleh berbagai faktor genetik, psikologis, sosiokultural, ekonomi, dan lingkungan," kata Ketua PERKENI Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD dikutip Antara guna menyambut Hari Obesitas Sedunia yang diperingati setiap 4 Maret.

Baca Juga: Unggah Bukti Keterlibatan Moeldoko dalam GPK-PD, Yan Harahap: Apa Pak Jokowi Akan Diam Saja Melihatnya?

Obesitas bisa terjadi akibat kenaikan konsumsi makanan olahan yang tidak sehat seperti mi instan dan camilan yang digoreng.

“Makanan seperti itu tidak sehat karena berkalori tinggi dan bernutrisi rendah," ujar Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia Prof. Dr. dr. Nurpudji Taslim, Sp.GK (K), MPH.

Sebanyak 60 persen lebih orang dewasa mengonsumsi mi instan dan camilan yang digoreng per minggu. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan anak-anak.

“Penyakit-penyakit kronis biasanya berhubungan dengan obesitas,” ucapnya.

Baca Juga: Login di prakerja.go.id, Kartu Prakerja Gelombang 13 Dibuka dengan Syarat Pendaftaran Berikut

Obesitas dikaitkan dengan hampir 200 penyakit yang dapat mengancam jiwa, seperti diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kanker.

Bahkan, risiko penyakit ini semakin tinggi jika terinfeksi Covid-19 sebesar 113% yang dirawat di rumah sakit.

Kemudian, sebanyak 74 persen lebih tinggi yang menjalani perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan 48% lebih tinggi terhadap risiko kematian. 

Baca Juga: Jokowi Ingin Masyarakat Benci Produk Luar Negeri: Gaungkan Ajakan untuk Cinta Barang Lokal Indonesia

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan obesitas yang dialami seseorang bisa mengurangi masa produktif sebanyak 6-10 tahun.

Di sisi lain, obesitas juga menguras anggaran kesehatan nasional sebesar 8-16 persen.

Sebanyak 1 dari 3 orang dewasa di Indonesia mengalami obesitas dan 1 dari 5 anak usia 5-12 tahun mengalami kondisi serupa pada 2018.

Berat badan orang dewasa negara ini mengalami peningkatan hampir dua kali lipat menjadi 35,4 persen.

Baca Juga: Bandingkan Kasus 6 Laskar FPI dengan Ustaz Maaher yang Juga Wafat, Refly: Harusnya Pengusutan Dihentikan

“Kita harus benar-benar menekan tren peningkatan obesitas ini," ujar dr. Cut Putri Arianie, M.H.Kes., Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes.

Menyinggung penanganan obesitas, ujar Suastika, tidak gampang dilakukan siapapun.

Sebab, penyakit ini timbul akibat banyak faktor, sehingga memerlukan berbagai pendekatan antara lain pengaturan nutrisi, aktivitas fisik, intervensi psikologis, dan obat-obatan atau tindakan operatif.

Baca Juga: Ma'ruf Amin Kaget Ada Perpres Soal Miras, Mardani Ali: Rugi, Punya Wapres Berilmu Tapi tak Diajak Diskusi

Selain itu, solusi komprehensif seperti program-program dengan intervensi komunitas yang berskala besar dan melibatkan pemerintah, praktisi kesehatan, media, dan masyarakat juga perlu digalakan.

“Kita seharusnya menetapkan obesitas sebagai penyakit kronis yang serius dalam agenda kesehatan nasional dan meningkatkan edukasi gaya hidup sehat, termasuk di sekolah-sekolah," ujarnya.

Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat adalah kunci utama dari perawatan penderita obesitas mulai perawatan dan pencegahan penyakit kronis. Seseorang dengan kondisi obesitas (IMT >25) harus segera mencari bantuan profesional.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler