Hasil Penelitian: Stres Berlebihan Memicu Serangan Jantung dan Stroke, Berikut Penjelasannya  

14 Januari 2022, 06:30 WIB
Ilustrasi stres. /Pexels/Andrea Piacquadio



PR DEPOK - Hasil penelitian baru bahwa stres yang berlebihan memicu serangan jantung dan stroke.

Studi terbaru menunjukkan bahwa stres psikologis kronis, menjadi faktor penting untuk kesehatan jantung Anda daripada faktor risiko jantung tradisional lainnya.

Pada umumnya, faktor risiko utama penyakit jantung, termasuk tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, merokok, diabetes, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik. 

Baca Juga: Lirik Lagu Summer Rain - Sam Kim (OST Our Beloved Summer) dengan Terjemahan Bahasa Indonesia

Menurut hasil penelitian baru menunjukkan bahwa orang dengan jantung yang kurang sehat, stres mental dapat mengalahkan stres fisik.

Hal tersebut dapat menjadi pemicu potensial serangan jantung fatal dan non-fatal serta kejadian kardiovaskular lainnya.

Dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari laman BD News24, bahwa temuan baru ini mendukung hasil studi sebelumnya.

Baca Juga: Sering Difitnah Sana-sini, Fuji Menangis di Hadapan Marissya Icha: Aku tuh Sebenernya Sedih

Hasil studi sebelumnya telah mengevaluasi hubungan antara faktor risiko dan penyakit jantung pada 24.767 pasien dari 52 negara.

Studi sebelumnya menemukan bahwa pasien yang mengalami tingkat stres psikologis yang tinggi selama setahun lebih dari dua kali berpotensi untuk menderita serangan jantung.

Studi yang dikenal sebagai Interheart, menunjukkan bahwa stres psikologis merupakan faktor risiko independen untuk serangan jantung.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Karier dan Keuangan Jumat, 14 Januari 2022: Scorpio Waktu yang Tepat untuk Menghasilkan Uang

Dr Michael Osborne, ahli jantung di Rumah Sakit Umum Massachusetts mengatakan bahwa hasil dari studi tersebut serupa dalam efek merusak jantung dengan risiko kardiovaskular yang lebih umum diukur.

Tapi bagaimana dengan efek stres pada orang yang jantungnya masih sehat?

Perlu diketahui, bahwa stres psikologis datang dalam berbagai bentuk. 

Baca Juga: Kemenkes Terbitkan SE Terkait Vaksin Booster, Ada 4 Poin yang Harus Diperhatikan

Stres dapat terjadi secara akut, yang disebabkan oleh insiden seperti kehilangan pekerjaan, kematian orang yang dicintai atau kehancuran rumah dan harta dalam bencana alam.

Sebuah studi baru-baru ini di Skandinavia menemukan bahwa dalam seminggu setelah kematian seorang anak, risiko orang tua terkena serangan jantung lebih dari tiga kali lipat dari yang diperkirakan.

Stres emosional juga bisa menjadi kronis akibat ketidakamanan ekonomi yang berkelanjutan, hidup di daerah dengan tingkat kriminalitas tinggi atau mengalami depresi atau kecemasan berlebihan.

Baca Juga: Mengenal Alprazolam, Obat Penenang yang Dikonsumsi Ardhito Pramono: Fungsi dan Efek Samping

Menurut studi di Skandinavia, bahwa orang tua yang berduka karena kehilangan anaknya mengalami peningkatan risiko jantung bertahun-tahun kemudian.

Osborne berpartisipasi dengan tim ahli yang dipimpin oleh Dr. Ahmed Tawakol, Massachusetts General juga menganalisis tentang bagaimana tubuh bereaksi terhadap stres psikologis. 

Para peneliti mengatakan akumulasi bukti tentang bagaimana otak dan tubuh merespons stres psikologis kronis dengan kuat.

Baca Juga: Kemlu Jelaskan Bantuan Kemanusiaan dari Indonesia untuk Afghanistan bukan Pengakuan Terhadap Kelompok Taliban

Hal tersebut menunjukkan bahwa pengobatan modern telah mengabaikan bahaya yang sangat penting bagi kesehatan jantung.

Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa semuanya dimulai dari pusat ketakutan otak, amigdala, yang bereaksi terhadap stres dengan mengaktifkan apa yang disebut respons fight-or-flight.

Hal tersebut memicu pelepasan hormon yang seiring waktu dapat meningkatkan kadar lemak tubuh, tekanan darah, dan resistensi insulin.

Lebih lanjut, seperti yang dijelaskan oleh tim peneliti, bahwa rangkaian reaksi terhadap stres menyebabkan peradangan di arteri.

Baca Juga: Mudah Bosan, 4 Zodiak Ini Cenderung Pandai Membuat Patah Hati Salah Satunya Gemini

Hal itu mendorong pembekuan darah dan merusak fungsi pembuluh darah.

Kemudian semuanya akan memicu aterosklerosis, penyakit arteri yang mendasari sebagian besar serangan jantung dan stroke.

Tim Tawakol juga menjelaskan bahwa neuroimaging canggih memungkinkan untuk secara langsung mengukur dampak stres pada berbagai jaringan tubuh, termasuk otak.

Para peneliti sekarang sedang menyelidiki dampak dari program pengurangan stres yang disebut SMART-3RP (Stress Management and Resiliency Training-Relaxation Response Resiliency Program) pada otak serta faktor biologis yang memicu aterosklerosis.

Baca Juga: Prakiraan Hujan di Indonesia 14 Januari 2022: Sebagian Wilayah Jawa Barat Berpotensi Turun Hujan Sedang

Program ini dirancang untuk membantu orang mengurangi stres dan membangun ketahanan melalui teknik pikiran-tubuh seperti meditasi berbasis kesadaran, yoga, dan tai chi. 

Teknik tersebut dipercaya dapat mengaktifkan sistem saraf parasimpatis, yang dapat menenangkan otak dan tubuh.

Menurut para peneliti, salah satu cara terbaik untuk meminimalkan reaksi tubuh mereka yang merusak jantung terhadap stres adalah melalui latihan fisik biasa.

Latihan fisik dipercaya dapat membantu mengurangi stres dan peradangan di seluruh tubuh.

Baca Juga: Verrel Bramasta dan Natasha Wilona Liburan Bareng Keluarga ke Dubai, Pertanda Balikan?

Selain itu, kurang tidur juga dapat meningkatkan stres dan meningkatkan peradangan arteri.

Oleh sebab itu, sebaiknya mengatur kebiasaan tidur yang baik agar dapat mengurangi risiko kerusakan kardiovaskular.

Terapkan pola waktu tidur dan bangun yang konsisten, dan hindari paparan pada waktu tidur ke layar yang memancarkan cahaya biru, seperti smartphone dan komputer, atau gunakan filter cahaya biru.

Selain itu, latih tindakan relaksasi seperti meditasi kesadaran, teknik menenangkan yang memperlambat pernapasan, yoga, dan tai chi.

Beberapa obat umum juga dapat membantu, seperti Statin tidak hanya mengurangi kolesterol, namun dapat melawan peradangan arteri, serta menghasilkan manfaat kardiovaskular yang lebih besar daripada efek penurun kolesterolnya saja.

Antidepresan, termasuk anestesi ketamin, juga dapat membantu meminimalkan aktivitas amigdala yang berlebihan dan mengurangi stres dan depresi.***

Editor: Imas Solihah

Sumber: News24.com

Tags

Terkini

Terpopuler