Demi Keamanan Nasional, Sri Lanka Larang Penggunaan Burqa dan Tutup 1.000 Sekolah Berbasis Islam

- 14 Maret 2021, 14:21 WIB
Ilustrasi bendera Sri Lanka.
Ilustrasi bendera Sri Lanka. /David Peterson/Pixabay

PR DEPOK - Pemerintah Sri Lanka dikabarkan akan melarang pemakaian burqa bagi masyarakatnya dan menutup 1.000 sekolah Islam. 

Kebijakan itu tentunya akan memengaruhi populasi muslim minoritas di negara tersebut. 
 
Selain itu, Pemerintah Sri Lanka pada Sabtu, 13 Maret 2021 juga sempat mengumumkan aturan Undang-Undang Antiteror.
 
 
Aturan yang kontroversial tersebut dibuat demi menangani ekstremisme agama dan memberikan kewenangan lebih untuk menahan tersangka hingga dua tahun untuk dilakukan deradikalisasi. 
 
Sarath Weerasekera selaku Menteri Keamanan Publik dalam konferensi pers menyatakan bahwa dirinya telah menandatangai berkas persetujuan kabinet untuk melarang penggunaan burqa. 
 
Sebagai informasi, burqa merupakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh dan wajah wanita muslim.
 
 
Aturan itu dibuat dengan alasan demi keamanan nasional. 
 
"Di masa-masa awal, wanita dan gadis Muslim di negara ini tidak ada yang menggunakan burqa. Burqa itu adalah tanda ekstremisme agama yang muncul baru-baru ini," kata Sarath. 
 
Dengan argumen seperti itu, ia lalu memastikan bahwa pemerintah akan melarang pemakaiannya. 
 
 
"Kami pasti akan melarangnya," ucapnya sepertu dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Aljazeera pada Minggu, 14 Maret 2021. 
 
Meski telah ditandatangani, tapi berkas yang berisi aturan pelarangan burqa tersebut harus disetujui terlebih dahulu oleh kabinet menteri dan Parlemen, pemerintah memiliki dua pertiga mayoritas untuk meninjau aturan itu. 
 
Dalam pernyataannya, Sarath juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan menutup 1.000 sekolah Islam yang dinilai melanggar kebijakan pendidikan nasional. 
 
 
Pelarangan burqa tersebut diketahui mengikuti perintah kebijakan tahun lalu yang memerintahkan kremasi pada korban Covid-19. 
 
Kebijakan itu tentunya bertentangan dengan muslim yang menguburkan jenazah, bukan mengkremasi. 
 
Penolakan dari mayoritas muslim dan kritikan yang dilayangkan Amerika Serikat serta para aktivis HAM membuat kebijakan ini dicabut oleh pemerintah pada awal tahun 2021. 
 
 
Seorang aktivis perdamaian dan perempuan di Sri Lanka, Shreen Saroor menuturkan bahwa langkah-langkah semacam itu terus diarahkan pada komunitas muslim.
 
"Hal itu adalah bagian dari reaksi islamofobia di Sri Lanka," kata Shreen kepada Aljazeera. 
 
Menurutnya kebijakan seperti kremasi dan beberapa kebijakan lain yang menghukum komunitas muslim itu tidak dibicarakan atau dikonsultasikan terlebih dahulu dengan pihak muslim di negara tersebut. 
 
 
Sedangkan setelah kebijakan penggunaan masker diterapkan oleh hampir seluruh dunia, Shreen mengatakan bahwa penggunaan burqa tampak seolah jadi langkah balas dendam yang sangat politis. 
 
Diketahui sebelumnya, penggunaan pakaian burqa di negara mayoritas Buddha sempat dilarang sementara waktu pada 2019 lalu. 
 
Larangan itu diberlakukan setelah terjadinya pemboman gereja dan hotel pada Minggu paskah oleh sekelompok orang bersenjata, yang menewaskan lebih dari 250 orang.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x