Utang Luar Negeri Milik Negara Miskin dan Menengah Melambung, Presiden Bank Dunia Beri Peringatkan Keras

- 12 Oktober 2021, 10:15 WIB
Presiden Bank Dunia David Malpass menghadiri pertemuan Meja Bundar di Beijing, China, 21 November 2019.
Presiden Bank Dunia David Malpass menghadiri pertemuan Meja Bundar di Beijing, China, 21 November 2019. /Florence Lo/Reuters

PR DEPOK – Baru-baru ini Bank Dunia memperingati utang luar negeri yang melambung dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Dalam pernyataan pada Senin, 11 Oktober 2021, Bank Dunia memperingatkan bahwa negara-negara berpenghasilan rendah mengalami kenaikan utang luar negeri mencapai 12 persen atau beban utang mencapai 860 miliar dolar pada tahun 2020.

Adapun utang luar negeri tersebut menurut Bank Dunia lantaran efek dari pandemi Covid-19.

Baca Juga: Terbengkalai Sejak Tahun 2015 Akibat Konflik, Tumpahan Minyak Kapal Tanker di Yaman Ancam Nyawa Jutaan Orang

Maka dari itu, Bank Dunia mendesak agar negara-negara miskin dan menengah dapat mengurangi tingkat utang luar negeri tersebut.

Pasalnya, negara-negara termiskin di dunia berada dalam kesulitan utang luar negeri atau berisiko tinggi.

Dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara, Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan sesuai laporan Statistik Utang Internasional 2022 menunjukkan peningkatan dramatis dalam kerentanan utang yang dihadapi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Baca Juga: Tak Marah Meski ID Line Pribadi Bocor, Iqbaal Ramadhan Tulis Pesan Manis untuk Penggemar: Happy Accident!

Diketahui bahwa stok utang luar negeri negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah digabungkan naik 5,3 persen pada 2020 menjadi 8,7 triliun dolar AS, sehingga mempengaruhi negara-negara di semua kawasan.

Dengan demikian, utang luar negeri melampaui pendapatan nasional bruto (GNI-Gross National Income) dan pertumbuhan ekspor, dengan rasio utang luar negeri terhadap GNI, tidak termasuk China, naik lima poin persentase menjadi 42 persen pada tahun 2020, sementara rasio utang terhadap ekspor mereka melonjak menjadi 154 persen pada 2020 dari 126 persen pada 2019.

Lalu, arus masuk bersih dari kreditur multilateral ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah naik menjadi 117 miliar dolar AS pada tahun 2020, level tertinggi dalam satu dekade.

Baca Juga: Soroti Libur Maulid Nabi yang Digeser, dr Andi Khomeini: Gak Perlu Kecuali Ada Hal yang Memaksa

Maka dari itu, ia pun mendesak upaya-upaya komprehensif untuk membantu negara-negara mencapai tingkat utang luar negeri yang lebih berkelanjutan.

"Kami membutuhkan pendekatan komprehensif untuk masalah utang, termasuk pengurangan utang, restrukturisasi yang lebih cepat dan transparansi yang lebih baik," kata Malpass.

Malpass mengatakan tingkat utang luar negeri yang berkelanjutan diperlukan untuk membantu negara-negara mencapai pemulihan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.

Baca Juga: Insentif Kartu Prakerja Tidak Cair Sesuai Jadwal di Dashboard? Lakukan Hal Berikut untuk Mengatasinya

Ia pun menyebutkan bahwa upaya restrukturisasi utang luar negeri sangat dibutuhkan mengingat berakhirnya Inisiatif Penangguhan Layanan Utang (DSSI) Kelompok 20 ekonomi utama pada akhir tahun ini, yang telah menawarkan penangguhan sementara pembayaran utang.

Sementara itu, Carmen Reinhart, kepala ekonom Bank Dunia, mengatakan tantangan yang dihadapi negara-negara berhutang tinggi bisa menjadi lebih buruk karena suku bunga naik.

Jadi, Bank Dunia akan memperluas laporan 2022 untuk meningkatkan transparansi tentang tingkat utang global dengan menyediakan data utang luar negeri yang lebih rinci dan terpilah.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah