"Meski di sana terasa seperti sampah, hal itu lebih baik daripada saat ini,” ujar Zarzour, menceritakan pengalaman traumatisnya.
Baca Juga: Lawan Peresmian Omnibus Law, Tagar #GejayanMemanggil Kembali Menggema di Twitter
Setelah penembakan usai, Zarzour bangkit dari balik dua tubuh yang tumbang tertembak.
Wajah pertama yang dilihatnya adalah wajah Khaled Mustafa, teman terdekatnya di Selandia Baru dan anak dari Mustafa, Hamza (16).
Setelah penembakan itu, terkadang Zarzour mengigau pada pukul enam pagi dan terbangun setengah jam sekali karena mimpi buruk.
Luka akibat peluru yang menghujam kakinya masih terasa berdenyut dan menyakitkan.
“Sejujurnya, aku minum obat depresi sebanyak 600 gram setiap harinya untuk melupakan kejadian itu. Namun aku tak bisa lupa,” tutur Zarzour.
Baca Juga: Terus Jadi Sorotan, KPK Tegaskan Tidak akan Kurangi Penindakan Kasus Korupsi
Selain Zarzour, Maysoon Salama juga merasakan hal yang sama mengenai penembakan Maret lalu.
Salama selalu mengingat anaknya, Atta Elayyan (33), yang meninggal dalam penembakan itu.