Duka Belum Usai, Setahun Tragedi Penembakan Sadis di Masjid Christchurch

- 8 Maret 2020, 11:25 WIB
Maysoon Salama, salah satu keluarga korban penembakan Christchurch.*
Maysoon Salama, salah satu keluarga korban penembakan Christchurch.* /The Guardian/Alex Lovell Smith/

"Meski di sana terasa seperti sampah, hal itu lebih baik daripada saat ini,” ujar Zarzour, menceritakan pengalaman traumatisnya.

Baca Juga: Lawan Peresmian Omnibus Law, Tagar #GejayanMemanggil Kembali Menggema di Twitter 

Setelah penembakan usai, Zarzour bangkit dari balik dua tubuh yang tumbang tertembak.

Wajah pertama yang dilihatnya adalah wajah Khaled Mustafa, teman terdekatnya di Selandia Baru dan anak dari Mustafa, Hamza (16).

Setelah penembakan itu, terkadang Zarzour mengigau pada pukul enam pagi dan terbangun setengah jam sekali karena mimpi buruk.

Luka akibat peluru yang menghujam kakinya masih terasa berdenyut dan menyakitkan.

“Sejujurnya, aku minum obat depresi sebanyak 600 gram setiap harinya untuk melupakan kejadian itu. Namun aku tak bisa lupa,” tutur Zarzour.

Baca Juga: Terus Jadi Sorotan, KPK Tegaskan Tidak akan Kurangi Penindakan Kasus Korupsi 

Selain Zarzour, Maysoon Salama juga merasakan hal yang sama mengenai penembakan Maret lalu.

Salama selalu mengingat anaknya, Atta Elayyan (33), yang meninggal dalam penembakan itu.

Halaman:

Editor: M Bayu Pratama

Sumber: The Guardian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x