PR DEPOK – Pakar hak asasi manusia PBB menyebut bahwa dunia berisiko menciptakan "generasi yang hilang" anak-anak di Myanmar.
PBB mendesak dunia mengambil langkah segera untuk melindungi anak-anak Myanmar dari kekerasan yang dilakukan oleh militer sejak merebut kekuasaan pada Februari 2021 lalu.
“Serangan tak henti junta terhadap anak-anak menggarisbawahi kebobrokan dan kesediaan para jenderal untuk menimbulkan penderitaan besar pada korban yang tidak bersalah dalam upayanya untuk menundukkan rakyat Myanmar,” ujar Tom Andrews, Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Myanmar.
Dikutip PikiranRakyat-Depok.com dari Al Jazeera, dia mengatakan anak-anak Myanmar terperangkap dalam baku tembak tindakan keras militer terhadap lawan.
Bukan hanya itu, Tom Andrew menyebut anak-anak Myanmar sengaja menjadi sasaran dalam apa yang dia katakan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.
Myanmar terjerumus ke dalam krisis setelah para jenderal, yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing, menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan mengambil alih kekuasaan untuk diri mereka sendiri.
Kudeta menyebabkan protes massa dan pemberontakan rakyat dengan beberapa warga sipil membentuk kelompok pemberontak untuk melawan militer.
Hampir 2.000 orang telah dibunuh oleh militer sejak kudeta, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok pemantau. Lebih dari 11.000 ditahan.