Menilik Hak Warga Miskin Depok Selama PSBB, Berharap Meratanya Bantuan Tunai atau Sembako

14 April 2020, 20:04 WIB
ILUSTRASI warga miskin di tengah wabah Covid-19.* /ADE BAYU INDRA//

PIKIRAN RAKYAT - Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah ditetapkan Wali Kota Depok melalui Surat Keputusan Nomor 177 Tahun 2020 yang bertujuan untuk menanggulangi bencana non-alam, Covid-19.

Selama penerapan PSBB yang akan berlangsung 14 hari terhitung sejak esok hari, Rabu 15 April hingga Selasa 28 April 2020, pemerintah membatasi kegiatan warga.

Hanya ada 11 sektor usaha yang diperbolehkan untuk tetap melangsungkan kegiatan usahanya.

Pasal 10 ayat 1 butir ketiga menyebut ada sekira 11 sektor usaha yang dikecualikan dari penghentian sementara di antaranya sektor kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi, dan teknologi informasi.

Baca Juga: Ulang Tahun ke-22, Erick Thohir: Kementerian BUMN Harus 'Berakhlak' 

Termasuk di antaranya sektor keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar yang sebagaimana ditetapkan sebagai objek vital, dan kebutuhan sehari-hari.

Tapi sejak awal bencana ini merebak di Kota Depok, Wali Kota Mohammad Idris sudah mengeluarkan imbauan agar kegiatan usaha sebaiknya dilakukan di rumah.

Beberapa perusahaan terpaksa meresponsnya dengan merumahkan sebagian karyawannya. Ada juga yang permanen dirumahkan.

Udin, ketua RT 3 RW 19 Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok menyebut di lingkungan RTnya ada sebagian yang di rumah imbas PSBB.

Beberapa di antaranya, mereka yang sehari-hari bekerja sebagai kurir dan pegawai pergudangan di daerah Glodok, Jakarta Barat.

Baca Juga: Tio Pakusadewo Ditangkap karena Narkoba, Mengulang Cerita 3 Tahun Lalu 

Saat ini memang ada beberapa skema bantuan yang direncanakan. Ada yang akan mengalir langsung dari Presiden Joko Widodo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Wali Kota melalui dana APBD.

Namun dalam pandangan Udin yang paling penting warga jangan hanya diberikan bantuan dalam bentuk 'wacana'.

Udin mengatakan tidak masalah bantuan itu dicairkan dalam bentuk sembako atau tunai. Masalah besaran bantuan juga bukan menjadi perkara yang begitu serius.

Yang akan menjadi masalah adalah bagaimana pendataan dilakukan secara menyeluruh dan tepat sasaran, khususnya bagi warga yang benar-benar terdampak.

Baca Juga: Ilmuwan Temukan Spesies Tokek Baru di Kamboja yang Hampir Punah 

Baginya, bantuan pemerintah terkadang menjadi bumerang secara hubungan sosial antara RT dengan warganya.

"Ukuran (bantuan) sih (sebetulnya) enggak cukup. Tapi kalau warga nerima-nerima aja. (Asal) Kebagian rata, enggak masalah (berapa pun). Yang penting riil di lapangan enggak ada yang kurang.

"Kalau cuma wacana pembagian enggak merata, warga sebal juga," kata Udin saat dikonfirmasi Pikiranrakyat-depok.com melalui sambungan telepon Selasa, 14 April 2020.

Data warga miskin baru menjadi tanggung jawab pemerintah sehingga harus diinventarisasi.

Baca Juga: PSBB Depok, Berikut Prokotol bagi Perusahaan untuk Karyawan yang Tetap Bekerja 

Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Teguh Kurniawan menyampaikan lebih jauh lagi bahwa pemerintah sudah mulai menginventarisir data-data warga miskin baru yaitu mereka yang terdampak COVID-19.

Mengapa penting? Data-data tersebut bisa digunakan pemerintah, bagaimana kemudian dijadikan database dalam penyaluran bantuan.

Bagaimana pun di kemudian hari setelah bencana ini selesai, mereka harus kembali bekerja.

Pemerintah harus bertanggung jawab untuk memberikan peluang pekerjaan baru bagi mereka terdampak COVID-19.

Teguh tak memungkiri bahwa pemerintah baik pusat atau daerah selalu terkendala masalah pendataan. Karenanya peran RT dan RW harus dilibatkan.

Baca Juga: Depok Terapkan PSBB, Jam Operasional Pasar Tradisional hingga Modern Dibatasi 

"Termasuk usaha yang jalan dan kini harus tutup itu, harus masuk dalam pendataan sehingga itu kemudian kalau sudah mereda bisa dibangkitkan lagi. Sehingga harus diinvetarisir dengan baik," kata Teguh.

Sementara Kepala Bidang Jaminan Sosial, Dinas Sosial Kota Depok, Tri Rezeki Handayani menyampaikan pihaknya sudah melakukan pendataan.

Ada sekira 30 ribu warga yang akan menerima bantuan Pemerintah Kota melalui APBD dengan nominal bantaun Rp 250 ribu.

Disebutkan Kiki, saat ini dari sekian pos bantuan yang diwacanakan baik pemerintah pusat atau Pemprov Jabar, belum diketahui kejelasannya.

"Yang pasti yang akan cair hari ini baru dari Pemkot Depok. Bantuan gubernur dan bantuan presiden belum tahu kapan-kapannya," ungkap Kiki begitu dirinya biasa disapa.

Baca Juga: Polisi di India Diserang Orang Tak Dikenal saat Berpatroli Lockdown 

Pemkot Kewalahan Menyiasati Bantuan

Wali Kota Mohammad Idris memang mengakui bahwa saat ini yang menjadi masalah bagi warga miskin yang lepas dari kuota bantuan Pemprov Jabar, bantuan APBN, dan bantuan presiden.

Pihaknya sudah mengantongi data warga miskin Kota Depok yang memang sudah tercover dalam database.

Ada sebanyak 78 ribu warga yang ada di database yang biasa mendapatkan bantuan PKH dan BLT. Namun dari jumlah tersebut hanya setengahnya yang dapat bantuan. Karena itu Kota Depok mengajukan sisanya ke Pemprov Jabar.

Secara akumulatif ada sekira 80 ribu warga terdampak yang diajukan agar memperoleh bantuan Gubenur Ridwan Kamil.

Baca Juga: Beda Pendapat dengan Donald Trump, Penasehat Kesehatan Anthony Fauci Dikabarkan Dipecat 

Namun lagi-lagi tidak semua memperoleh bantuan itu lantaran ada masalah kuota. Dalam hal ini, Kota Depok hanya dialokasikan 50 persen atau sekira 39 ribu.

Lantas Idris menyebut rencananya sisa data warga terdampak itu akan diajukan agar mendapatkan bantuan presiden sebesar Rp 600 ribu.

Semua data-data ini berangkat dari peran serta kampung siaga dengan melibatkan para RW.

Belum lagi, data warga miskin yang berasal dari komunitas-komunitas seperti tuna netra, guru agama, difabel, dan yayasan panti asuhan.

Baca Juga: Berkat Corona, Perusahaan Robot Pelayan Pasien di Tiongkok Kebanjiran Pesanan 

Mengenai permasalahan ini, Idris berjanji akan memperjuangkan mereka di legislatif melalui Badan Anggaran agar ada realokasi anggaran dari beberapa pos kegiatan.

"Pertama dari pos kegiatan yang tidak mungkin dilaksanakan seperti pelatihan apa sebagainya itu sepertinya diserahkan ke bimtek itu aka dialihkan ke dana COVID-19. Itu yang sifatnya taktis," tutur Mohammad Idris.***

Editor: M Bayu Pratama

Tags

Terkini

Terpopuler