Adakah Kaitan Hadirnya 153 TKA Asal China dengan Perjanjian RCEP dan UU Cipta Kerja?

27 Januari 2021, 20:50 WIB
Ilustrasi Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China. /Pixabay

PR DEPOK – Kehadiran 153 Warga Negara Asing (WNA) asal China yang diduga Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia pada Sabtu, 23 Januari 2021 lalu, menuai polemik di tengah masyarakat.

Polemik tersebut timbul lantaran para WNA China tersebut datang di saat masih diterapkannya larangan masuk bagi WNA yang sebelumnya diperpanjang hingga 28 Januari 2021.

Sebelumnya, Kasubag Humas Ditjen Imigrasi menjelaskan bahwa 153 WNA China tersebut terdiri dari 150 orang dengan Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dan Izin Tinggal Tetap (ITAP) serta tiga orang dengan visa diplomatik.

Baca Juga: Orang dengan 5 Sifat Ini Ternyata Paling Potensial Meraih Mimpi yang Mereka Idamkan

Dia mengatakan seluruh penumpang asing yang mendarat tersebut masuk dalam kategori orang asing yang diizinkan masuk ke wilayah Indonesia.

Menurutnya ketentuan tersebut tertuang Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Imigrasi tentang Pembatasan Sementara Masuknya Orang Asing ke Wilayah Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19.

Hadirnya WNA China yang diduga TKA tersebut, seolah mengingatkan kembali mengenai langkah pemerintah dalam meningkatkan investasi dan perdagangan internasional melalui perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah disepakati beberapa waktu yang lalu.

Baca Juga: Mandali Adalah? Video Kondisi Gunung Merapi Ini yang Jelaskan Hingga Tuntas Artinya

Lantas, adakah kaitannya kehadiran WNA China yang diduga TKA tersebut dengan Perjanjian RCEP dan UU Cipta Kerja?

RCEP

Dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari The Guardian, pada 15 November 2020 lalu, China dan 14 negara lain yang berada di kawasan Asia-Pasifik, telah menandatangani salah satu perjanjian perdagangan bebas terbesar dalam sejarah dunia, yakni dengan mencakup 2,2 miliar orang dan 30 persen dari hasil ekonomi dunia.

Perjanjian tersebut bertajuk Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), yang ditandatangani oleh China, Australia, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, bersama anggota 10 negara ASEAN, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand.

Baca Juga: 153 TKA Asal China Masuk Saat Warga Indonesia Butuh Pekerjaan, Wakil Ketua DPR Minta Penjelasan Pemerintah

Perjanjian tersebut menetapkan ketentuan perdagangan barang dan jasa, investasi lintas batas, dan aturan baru untuk bidang yang semakin penting saat ini.

Dengan adanya perjanjian RCEP, ditambah sebelumnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah diimplementasikan pada akhir 2015, hal ini turut membuka arus bebas tenaga kerja di antara negara-negara yang telah menyepakati perjanjian tersebut.

UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja memuat izin penggunaan tenaga kerja asing.

Dalam UU Cipta Kerja pasal 42 ayat 1 tercantum bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh pemerintah pusat.

Baca Juga: Covid-19 Belum Usai, Kemenkes Wanti-wanti Potensi Penyebaran Virus Nipah dari Semenanjung Malaysia ke Sumatra

Dengan begitu, TKA hanya perlu memiliki Rencana Penggunaan TKA (RPTKA). 

Hal ini lebih sederhana dibanding aturan sebelumnya yang diatur dalam  Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018, sehingga TKA lebih mudah untuk mendapatkan izin bekerja di Indonesia.

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang menilai kehadiran UU Cipta Kerja bisa menggairahkan investasi dan perdagangan internasional.

Baca Juga: Jadwal Pencairan BLT BPJS 2021 Belum Dirilis, Stafsus Kemnaker Ungkapkan Hal Ini

"UU Cipta Kerja ini harus disosialisasikan secara luas. Pentingnya UU Cipta Kerja karena dapat memangkas beragam perizinan yang terdapat di berbagai peraturan perundang-undangan sehingga akan memajukan aktivitas perekonomian Indonesia, khususnya dalam bidang investasi dan perdagangan internasional," kata peneliti ekonomi LIPI Zamroni Salim, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara.

Perjanjian RCEP dan UU Cipta Kerja memang saling terkait terhadap arus bebas tenaga kerja, terutama tenaga kerja asing.

Jika dilihat dari sisi positif, perjanjian RCEP dan UU Cipta kerja memang bisa membuka peluang bagi investasi dan perdagangan Indonesia di dunia internasional.

Baca Juga: Virus Nipah Jadi Ancaman di Tengah Pandemi Covid-19, Kemenkes Ingatkan Indonesia harus Waspada

Akan tetapi, jika sumber daya manusia (SDM) Indonesia tidak siap menghadapi gelombang arus bebas tenaga kerja akibat kedua hal itu, maka bisa menimbulkan dampak negatif .

Upaya Pemerintah Menekan Arus Bebas Tenaga Kerja

Sekjen Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ansari Bukhari mengatakan, arus bebas tenaga kerja menjadi salah satu perhatian utama pemerintah.

Untuk menghadapi hal itu, pemerintah telah memperluas penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI).

SKKNI diyakini dapat menekan dampak negatif dari arus bebas tenaga kerja tersebut.

Baca Juga: Kakek Koswara Digugat Ketiga Anaknya ke Pengadilan, Deddy Corbuzier: Gila! Kenapa Manusia Sifatnya Jadi Begini

Pihak Kemenperin sendiri, telah mengagendakan berbagai langkah pembangunan SDM, khususnya di bidang industri, yakni melalui pendidikan, pelatihan, serta pemagangan yang mencakup pada teknis dan manajerial.

Tenaga kerja industri harus memiliki kompetensi yang sesuai SKKNI, jika tidak ingin tergerus oleh arus bebas tenaga kerja akibat perjanjian RCEP dan MEA.

"Jadi, semua tenaga kerja yang bekerja di Indonesia, baik itu teknis atau manajerial, asing atau lokal, harus memenuhi SKKNI. Saat ini, sudah ada sekitar 40 SKKNI yang diterbitkan untuk bidang industri," kata Ansari.

Baca Juga: Menaker Ida Sampaikan Kriteria Penerima BSU Januari 2021

Dia menambahkan, penerapan standar tenaga kerja tersebut diterapkan semua negara di ASEAN. Standar itu tidak hanya diterapkan bidang industri, tapi juga jasa.

"Saat MEA berlaku, sopir taksi dari Filipina saja bisa bekerja di sini. Nah, nanti akan dibuat SKKNI-nya. Misalnya, bisa berbahasa Indonesia dan lokal, dan tahu peta geografis di sini," ujar Ansari.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: The Guardian ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler