Ikut Andil dalam Pencabutan Perpres Investasi Miras, Bahlil Lahadalia Ceritakan Awal Mula Kebijakan Itu Dibuat

3 Maret 2021, 15:29 WIB
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan soal Perpres investasi miras bermula. /ANTARA/Youtube BKPM TV

PR DEPOK - Usai Peraturan Presiden (Perpres) terkait investasi minuman keras (miras) dicabut oleh Presiden, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia baru-baru ini mengungkapkan awal mula usul tersebut sebelum akhirnya dilampirkan dalam Perpres.

Dalam konferensi pers secara virtual, Bahlil menjelaskan salah satu pertimbangan dari investasi miras dibuka di empat provinsi itu yakni demi kearifan lokal wilayah tersebut.

Keempat wilayah yang dimaksud Bahlil di antara lain Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua.

Baca Juga: Apa Perbedaan Sesak Napas Akibat Asma dan Covid-19? Simak Penjelasannya Berikut

"Salah satu pertimbangan pemikiran kenapa izin (investasi dibuka) untuk di beberapa provinsi itu saja karena memang di daerah itu ada kearifan lokal," kata Bahlil pada Selasa, 2 Maret 2021 kemarin.

Selain itu, pertimbangan lain yang berpengaruh menurutnya juga diambil berdasarkan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat.

"Jadi dasar pertimbangannya itu adalah memperhatikan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal," ucapnya sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Seakan menguatkan argumennya tersebut, Bahli memberikan salah satu contoh dari kearifan lokal ya ia maksud. Dia menyebutkan salah satu contoh minuman mengandung alkohol khas NTT, yaitu Sopi.

Baca Juga: Jokowi Tak Bela Diri dan Langsung Cabut Izin Investasi Miras, Rocky: Belum Didebat Kok Sudah Dicabut

Minuman khas NTT, Sopi ini, lanjut dia, mempunyai nilai ekonomi yang tinggi tapi tidak bisa didorong menjadi industri besar karena masuk dalam kategori terlarang.

"Tetapi itu (Sopi) kan tidak bisa dimanfaatkan karena dilarang. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan juga bisa diolah untuk produk ekspor, maka itu dilakukan (dibuka izin investasinya)," ujar Bahlil menjelaskan.

Tak hanya NTT, Bahlil juga menyebutkan contoh lain minunan khas dari Bali, yaknu arak lokal Bali yang menurutnya berkualitas ekspor.

"Itu akan ekonomis kalau itu dibangun berbentuk industri. Tapi kalau dibangun sedikit-sedikit apalagi itu dilarang, maka tidak mempunyai nilai ekonomi. Itulah kemudian kenapa dikatakan bahwa memperhatikan dan kearifan setempat," katanya.

Baca Juga: SWI Minta Snack Video Hentikan Kegiatannya Sampai Izin Diperoleh

Di samping itu, meski pun hal itu bisa mendorong kearifan lokal agar berkembang, tapi Bahlil mengaku tak menutup mata dengan polemik yang terjadi di masyarakat.

Bahkan, di Papua yang merupakan lokasi untuk investasi tersebut, dikatakan dia, usulan itu mendapat penolakan dari warga setempat.

Pasalnya, investasi miras diketahui bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Miras Nomor 15 Tahun 2013, tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.

Mempertimbangkan aspirasi tersebut, Bahlil lalu menyampaikan pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga akhirnya diputuskan bahwa poin soal investasi miras dalam Perpres 10/2021 dicabut.

Baca Juga: Bill Gates Enggan Gunakan iPhone dan Lebih Pilih Android sebagai Ponselnya, Ternyata Ini Alasan di Baliknya

"Aspirasi-aspirasi itu kami sampaikan juga kepada Bapak Presiden lewat Pak Mensesneg sehingga kemudian pikiran ini, aspirasi ini, sangat dihargai dan didengar dan dihormati. Dan kemudian Bapak Presiden memutuskan untuk itu (pembukaan investasi miras) tidak dilakukan," ucap Bahlil.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler