Peleburan Kemenristek Dinilai Dungu, Refly Harun: Jangan-jangan Nanti Rebutan 'Kue' dan Pekerjaan

21 April 2021, 10:43 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun. /Twitter/@ReflyHZ.

PR DEPOK – Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengemukakan pendapatnya terkait kebijakan peleburan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).

Sebelumnya, pakar asal Universitas Gadjah Mada (UGM), Sofian Effendi memberikan kritiknya terhadap rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan melebur Kemenristek dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Lebih lanjut, Sofian pun menilai bahwa kebijakan peleburan tersebut adalah hal dungu karena telah membuat jerih payah Presiden ke-3 RI, B.J Habibie lenyap.

Baca Juga: Minta Abaikan Kasus Jozeph Paul Zhang, Nicho ke PGI: Enak Aja, Justru Jahanam Penghinaan Nabi Agama Lain!

Atas adanya kebijakan tersebut, Refly Harun berpendapat, hal itu memperlihatkan bahwa sebuah kementerian dibangun berdasarkan pada respons sesaat.

“Padahal, harusnya jumlah kementerian itu sudah sangat fix sekali dan tidak perlu diutak-atik dalam jangka waktu yang lama,” kata Refly Harun sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube-nya Refly Harun.

Pasalnya, menurut pria berusia 51 tahun ini, apabila sebuah kementerian diutak-atik, maka prosesnya akan memakan waktu yang lama.

“(Sementara) kita tahu bangsa kita sangat lamban dalam soal yang sifatnya administratif. Jadi dengan peleburan dan pembentukan kementerian yang baru ini, dari sisi administratif saja akan membutuhkan waktu berbulan-bulan,” tuturnya.

Baca Juga: Berharap Laporan Terhadap Yahya Waloni Diproses, Dewi: Dia Bukan Ulama, Jadi Ustaz karena Numpang Nyari Makan

Tidak hanya itu, Refly Harun juga menyoroti sisa waktu efektif masa jabatan Jokowi yang hanya tersisa kurang lebih tiga tahun.

“Lalu apa yang diharapkan dari sisa waktu ini? Kalau tujuannya sekadar menggenjot investasi, bukankah bisa memanfaatkan lembaga atau badan yang ada?” ucapnya.

“Kalau lembaga dan badan yang ada tidak cukup produktif orangnya, ya ganti orangnya. Kalau pegawainya tak cukup produktif, ambil pegawai yang lain,” ujar dia lagi.

Menurut Refly Harun, pendekatan instrumental seperti itu seolah-olah akan menyelesaikan masalah, padahal belum tentu.

Baca Juga: Lagi-lagi Sentil Rocky Gerung yang Dinilai Kerap 'Hina' Jokowi, Ruhut: Makin Stres Lihat Presiden, Ngaca Kau

“Kalau orangnya sama, mental birokrasinya begitu saja, enggak ada gunanya membentuk institusi baru,” kata Refly Harun.

Oleh sebab itu, ia menilai bahwa yang paling penting adalah bagaimana mengisi suatu institusi dengan orang yang tepat. Kedua, yakni bagaimana birokrasi itu betul-betul menunjang.

“Jadi dengan sisa waktu yang tidak efektif lagi, tiga tahun dalam masa pemerintahannya, Presiden Jokowi membuat risiko baru dengan melebur Kemendikbud dan Ristek serta membentuk kementerian baru yang akan berpengaruh pada kekuasaan, kewenangan, dan juga pekerjaan dari lembaga-lembaga yang ada,” ujarnya.

Baca Juga: Segera Cek Daftar Nama Penerima Banpres BPUM BLT UMKM 2021 di Link eform.bri.co.id/bpum

“Jangan-jangan nanti rebutan ‘kue’ dan rebutan pekerjaan atau rebutan hal-hal yang dianggap enak untuk dikerjakan,” tutur akademisi itu lagi.

Kemudian, Refly Harun mempertanyakan, mengapa pemerintah seolah hanya berpikir soal investasi dan uang.

“Tapi tidak berpikir bagaimana mengembangkan pendidikan dan riset yang jauh lebih baik dan powerful,” tutur dia.

“Bagaimana memberantas korupsi agar dana riset dan pendidikan itu tidak dipotong sana, potong sini dan lain sebagainya,” kata Refly Harun.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler