Pelaku Pencemaran Nama Naik Tak Bisa Dipidana, Komnas HAM: Kebebasan Berekspresi RI Dipraktikkan Buruk Sekali

30 Oktober 2021, 07:40 WIB
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam. /Twitter @DPR_RI

PR DEPOK - Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, M Choirul Anam, menilai pelaku pencemaran nama baik tidak bisa dipidanakan.

Jika pihak tertentu merasa reputasinya disinggung oleh pelaku, maka bisa menggugatnya melalui perdata.

Namun di Indonesia, menurutnya pemerintah malah memfasilitasi penindakan pelaku pencemaran nama baik melalui jalur pidana menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya pasal 27 ayat (3).

Baca Juga: Anies Baswedan Dulu Sindir Pembangunan DKI dengan Firaun, Ferdinand: Ternyata Firaun Jauh Lebih Hebat dari Dia

Pasal tersebut menetapkan salah satu tindakan yang dilarang yakni dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Berdasarkan pasal 45 ayat (1) UU ITE, pelaku dapat dipidana dengan masa tahanan paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Di sisi lain, International Covenant On Civil And Political Rights (ICCPR) atau Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menetapkan bahwa kebebasan berekspresi atau berpendapat bisa dibatasi.

Baca Juga: Dituding sebagai Mahasiswa ‘Berumur’ Saat Demo Jokowi, dr Eva: Rompi Kami Jelas Tertulis ‘Alumni UI’

Pembatasan tersebut tertuang dalam pasal 19 UU Nomor 12 Tahun 2005.

Khususnya ayat (3), membahas pembatasan hak kebebasan berpendapat dengan tujuan untuk menghormati hak atau nama baik orang lain, serta melindungi keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan, atau moral masyarakat.

“Pembatasan kebebasan berekspresi ini dipraktikkan (oleh pemerintah) tetapi buruk sekali. Buktinya, banyak korban UU ITE,” tutur Choirul Anam dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Baca Juga: Ikut Raffi Ahmad 17 Tahun, Merry Ahmad Ceritakan Awal Mula Bertemu Suami Nagita Slavina

Baginya, pasal pembatasan kebebasan berpendapat telah ditafsirkan secara berlebihan oleh para pembuat aturan di Tanah Air.

“Tapi, karena saking ketatnya pembatasan, yang terjadi bukan mendiskusikan kebebasan berpendapat, tapi mendiskusikan pembatasan itu, sehingga tidak ada makna kebebasan dalam konteks hak asasi manusia,” ujarnya.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler