PR DEPOK – Ali Syarief selaku akademisi Cross Culture memberi tanggapan terkait UU Cipta Kerja yang ditetapkan bertentangan dengan UUD 1945 oleh MK.
Akademisi Ali Syarief berpandangan jika sejarah membuktikan bahwa lembaga-lembaga yang bertentangan dengan UUD 1945 itu dibubarkan, tetapi lain halnya dengan UU Cipta Kerja.
“Yg bertentangan dg uud 45 itu, PKI dibasmi, partai2 Islam dibubarkan, ormas ormas Islam, dibubarkan, ulama ulama di penjarakan, lha ini?,” tulis Ali Syarief dalam Twitter-nya @alisyarief sebagaimana dikutip PikiranRakyat-Depok.com pada 30 November 2021.
Sebelumnya, Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) bertentangan dengan UUD 1945.
Penilaian tersebut diungkapkan oleh majelis Hakim MK sehingga Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
“Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tifak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan’” ujar Anwar Usman selaku Ketua MK sebagaimana diberitakan sebelumnya.
Ketua MK Anwar Usman menjelaskan jika Undang-Undang Cipta Kerja masih berlaku hingga pemerintah dan DPR RI melakukan perbaikan sesuai dengan tengat waktu yang diberikan oleh MK.
Perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja maksimal dilaksanakan oleh pemerintah dan DPR RI dalam jangka waktu dua tahun.
Adapun jika pemerintah dan DPR RI mengabaikan perintah MK tersebut, maka dipastikan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi tidak berlaku atau inkonstitusional permanen.
Baca Juga: DPR Ingin Revisi UU Ciptaker dan PPP Dapat Dilakukan Bersamaan karena Alasan Ini
“Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk Undang-Undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja), Undang-Undang atau Pasal-Pasal atau materi muatan Undang-Undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali,” ujar Ketua MK, Anwar Usman.
Tak hanya itu, MK menjelaskan bahwa pihaknya menangguhkan segala kebijakan atau tindakan yang sifatnya strategis dan memberikan dampak luas, serta tidak dibenarkan untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru.
Larangan untuk meneribitkan peraturan pelaksana baru yaitu berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).***