“Saya sangat tidak dukung upaya-upaya menggunakan UU ITE untuk menangkap, menahan, menersangkakan, menuntut, orang-orang yang kritis, orang-orang yang memiliki opini atau bersikap,” ujar Refly.
Selain itu, ia berpendapat, mengingat UU ITE umumnya menggunakan delik formil, sehingga di situ terdapat unsur subjektivitas aparat di dalamnya.
Baca Juga: Teridentifikasi 91 Kader JI Siap Tempur, Polri: Mereka Sudah Menyiapkan Diri dengan Pelatihan Khusus
“Celakanya memang seperti itu semua, penyebaran kebencian, provokasi dan sebagainya, penggunaan UU ITE itu rata-rata deliknya delik formil, sehingga dengan subjektivitas aparat penegak hukum, mereka bisa saja menersangkakan orang lain, bahkan menangkap,” katanya.
Maka dari itu, bilamana substansinya adalah kritik, Refly meminta aparat untuk membedakan antara kritik dengan penghinaan.
“Jadi negara demokratis itu, negara yang tidak memenjarakan orang hanya karena perbedaan pendapat atau karena kata-kata, di republik ini sayangnya kata-kata itu jauh lebih dianggap berbahaya ketimbang tindak pidana korupsi,” ujar Refly.***