PR DEPOK - Vaksinasi Covid-19 telah berlangsung secara bertahap di Indonesia sejak 13 Januari 2021.
Berbagai tanggapan bermunculan terkait vaksinasi yang dilakukan atas kebijakan pemerintah tersebut.
Sejumlah masyarakat bahkan mempertanyakan apakah progran vaksinasi yang telah berjalan di Indonesia ini dapat mengakhiri pandemi Covid-19 ataukah tidak.
Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan itu, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. dr. Zubairi Djoerban Sp.PD menyampaikan penjelasannya.
Melalui delapan utas di Twitter pribadinya @ProfesorZubairi pada Jumat 5 Februari 2021, Zubairi mengatakan dirinya mencoba menjawab pertanyaan tersebut.
''Saya mau coba jawab pertanyaan beberapa orang, termasuk jurnalis. Garis besar pertanyaannya masih sama: Apakah vaksinasi, notabene programnya sedang berjalan di Indonesia, bisa mengakhiri pandemi Covid-19?," kata Zubairi dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.
Selamat malam.
Saya mau coba jawab pertanyaan beberapa orang, termasuk jurnalis. Garis besar pertanyaannya masih sama: Apakah vaksinasi, notabene programnya sedang berjalan di Indonesia, bisa mengakhiri pandemi Covid-19?— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) February 5, 2021
Dengan adanya vaksin, dia tidak menutup kemungkinan bahwa virus corona akan tetap ada dan masih dapat menginfeksi orang.
Namun, menurutnya, dengan vaksin dunia bisa mengubah Covid-19 menjadi penyakit yang mirip flu musiman sehingga tidak akan menyebabkan banyak rumah sakit penuh.
''Skenarionya itu begini. Dengan vaksin, dunia itu bisa mengubah Covid-19 menjadi penyakit yang mirip flu musiman. Ya, virus korona mungkin masih ada dan menginfeksi orang. Tapi vaksin dapat membuat Covid-19 tak lagi menyebabkan rumah sakit penuh dan kewalahan," ucap dia menjelaskan.
Skenarionya itu begini. Dengan vaksin, dunia itu bisa mengubah Covid-19 menjadi penyakit yang mirip flu musiman. Ya, virus korona mungkin masih ada dan menginfeksi orang. Tapi vaksin dapat membuat Covid-19 tak lagi menyebabkan rumah sakit penuh dan kewalahan.— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) February 5, 2021
Lebih lanjut, dokter spesialis penyakit dalam ini pun menekankan bahwa dirinya sangat optimis dengan hal tersebut.
"Nah, yang jadi diskursus harusnya bukan melulu vaksin membentuk herd immunity. Itu belakangan. Yang krusial ialah vaksin mencegah orang tidak sakit parah hingga butuh perawatan di rumah sakit," katanya menambahkan.
Saya optimistis itu terjadi. Kenapa? Dari sejarahnya kan vaksin sudah terbukti.
Nah, yang jadi diskursus harusnya bukan melulu vaksin membentuk herd immunity. Itu belakangan. Yang krusial ialah vaksin mencegah orang tidak sakit parah hingga butuh perawatan di rumah sakit.— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) February 5, 2021
Menurutnya, yang seharusnya menjadi diskursus bukan melulu soal vaksin membentuk herd immunity, tapi yang krusial adalah vaksin mencegah orang tidak sakit parah hingga butuh perawatan di rumah sakit.
Bahkan, Zubairi mencontohkan dengan adanya uji klinis vaksin yang mengklaim 85 persen berhasil melindungi orang dari penyakit parah.
"Satu contoh saja dari uji klinis vaksin Johnson & Johnson--yang mengklaim 85 persen berhasil melindungi orang dari penyakit parah. Alhasil, tak ada satu orang pun yang menerima vaksin itu dirawat di rumah sakit. Tentunya ada uji vaksin lain dengan hasil beda. Ini contoh saja," ujarnya dalam rangkaian cuitannya.
Satu contoh saja dari uji klinis vaksin Johnson & Johnson--yang mengklaim 85 persen berhasil melindungi orang dari penyakit parah.
Alhasil, tak ada satu orang pun yang menerima vaksin itu dirawat di rumah sakit. Tentunya ada uji vaksin lain dengan hasil beda. Ini contoh saja.— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) February 5, 2021
Zubairi menilai bahwa yang patut dicatat saat ini ialah Indonesia sangatlah beruntung lantaran mendapatkan stok banyak vaksin dari Sinovac mengingat di Eropa justru kini kebingungan karena terlambat memesan vaksin.
"Yang patut dicatat, Indonesia itu beruntung mendapatkan stok banyak vaksin dari Sinovac. Sementara di Eropa justru kebingungan karena lambat memesan vaksin dan malah menyalahkan produsen vaksin AstraZeneca—ketika persediaan tertunda. Mereka panik sekarang," ucap dia.
Yang patut dicatat, Indonesia itu beruntung mendapatkan stok banyak vaksin dari Sinovac. Sementara di Eropa justru kebingungan karena lambat memesan vaksin dan malah menyalahkan produsen vaksin AstraZeneca—ketika persediaan tertunda. Mereka panik sekarang.— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) February 5, 2021
Situasi terkini, lanjutnya, negara barat mulai mengakui kesigapan negara-negara Asia seperti Indonesia.
"Bahkan, opini di The New York Times menyatakan bahwa inilah saatnya mempercayai vaksin dari Tiongkok dan Rusia. Pasalnya, vaksin dari dua negara ini terbukti bekerja dengan baik," kata Zubairi.
Situasi terkini. Negara barat mulai mengakui kesigapan negara-negara Asia seperti Indonesia. Bahkan, opini di The New York Times menyatakan bahwa inilah saatnya mempercayai vaksin dari Tiongkok dan Rusia. Pasalnya, vaksin dari dua negara ini terbukti bekerja dengan baik.— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) February 5, 2021
"Bahkan, jurnal medis terkemuka The Lancet menerbitkan laporan vaksin Sputnik V yang memiliki tingkat kemanjuran 91,6 persen," ujarnya menambahkan.
Selanjutnya, Zubairi Djoerban menekankan bahwa dengan melaksanakan vaksinasi bukan berarti sudah bisa kembali ke kehidupan prapandemi, namun tetap diperlukan protokol kesehatan yang ketat.
"Tentu saja, tetap diperlukan protokol kesehatan yang ketat bersamaan dengan testing dan pelacakan kontak yang harus ditingkatkan. Bukan berarti sudah melaksanakan vaksinasi merasa sudah kembali ke kehidupan pra-pandemi. Itu salah. Terima kasih," katanya mengakhiri utasnya.
Tentu saja, tetap diperlukan protokol kesehatan yang ketat bersamaan dengan testing dan pelacakan kontak yang harus ditingkatkan. Bukan berarti sudah melaksanakan vaksinasi merasa sudah kembali ke kehidupan pra-pandemi. Itu salah.
Terima kasih.— Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) February 5, 2021
***