PR DEPOK – Pakar keamanan siber dari CISSReC, Dr. Pratama Persadha mendukung Presiden Jokowi dan DPR RI untuk merevisi pasal karet dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19/2016.
Pratama Persadha yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC, berpendapat, bahwa dalam urusan pencemaran nama baik, cukup menggunakan KUHP.
"Pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah cukup untuk urusan pencemaran nama baik," katanya, seperti dikutip Pikiranrakyat-depok.com dari Antara.
Ia menjelaskan, UU ITE sempat direvisi pada tahun 2016. Saat itu, Menteri Komunikasi dan Informatika pada Kabinet Kerja Presiden Jokowi, Rudiantara, didesak untuk mengubah ancaman pidana dari 6 tahun menjadi di bawah 5 tahun.
Menurut Pratama, yang juga merupakan dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), revisi UU tersebut terkait dengan adanya aturan kehilangan hak politik bagi seseorang yang mendapatkan pidana di atas 5 tahun.
Ia menilai, belakangan ini UU ITE semakin mendapat sorotan dari masyarakat disebabkan adanya fenomena saling lapor dari beberapa individu maupun kelompok dengan masyarakat menggunakan undang-undang ini, terutama Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28.
"UU ITE ini memang sudah banyak dikeluhkan, terutama akhir-akhir ini digunakan untuk pelaporan banyak pihak," kata Pratama yang juga dosen Etnografi Dunia Maya pada Program Studi S-2 Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.