“Dengan adanya redefinisi tersebut bisa mempercepat upaya menurunkan tensi ketegangan di Papua dan mempertahankan keutuhan NKRI, sehingga kedamaian di tanah Papua akan segera terwujud,” katanya.
Sementara itu, pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta mengungkapkan bahwa hingga hari ini belum ada definisi tunggal terhadap kelompok bersenjata di Papua.
Polri menggunakan istilah KKB dan TNI menggunakan istilah KSB.
“Jika mengacu pada UU No 5 Tahun 2018, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. Oleh karena itu, kelompok pengacau di Papua sudah layak disebut teroris,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dalam mengatasi kelompok bersenjata yang paling utama adalah keselamatan rakyat dan tegaknya NKRI.
“Harusnya mengatasi kelompok bersenjata tersebut tidak tergantung definisi tetapi demi keselamatan rakyat dan tegaknya NKRI,” katanya.
Namun demikian, Stanislaus menilai perlu adanya aksi komprehensif pemerintah dalam melakukan pendekatan dan perlindungan terhadap masyarakat dari berbagai aspek, dan secara paralel, juga diperlukan aksi penegakan hukum terhadap kelompok bersenjata.
“Jika DPR menjadikan keselamatan rakyat dan tegaknya NKRI sebagai prioritas tentu tidak akan membiarkan persoalan ini terlalu lama menjadi perdebatan,” ucapnya.***