Ketiga, ada sejumlah proses dan tahapan pengadaan tanah yang diduga tidak dijalankan mengikuti SOP yang berlaku ditambah adanya berkas yang diatur secara backdate.
Keempat, Diduga telah ada kesepakatan awal antara Pihak Anja Runtuwene dan PDPSJ mengenai harga sebelum melakukan proses negosiasi.
KPK menduga akibat perbuatan yang disebabkan oleh para tersangka, disinyalir negara merugi hingga Rp152,5 miliar.
Kasus berawal ketika Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta yakni Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) yang berkecimpung di bidang properti tanah dan bangunan berniat untuk mendapatkan tanah di wilayah Jakarta.
Tanah tersebut rencananya akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah.
“Salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan PDPSJ dalam hal pengadaan tanah di antaranya adalah PT Adonara Propertindo (AP) yang kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan,” tutur Setyo.
Pada 8 April 2019, telah disetujui penandatanganan mengeni pengikraran akta perjanjian jual beli di hadapan notaris yang berlokasi di Kantor PDPSJ antara pihak Yorry Corneles selaku pembeli dengan Anja Runtuwene selaku penjual.
Kemudian di waktu yang sama dilakukan penyetoran senilai lima puluh persen atau Rp108,9 miliar ke rekening Bank DKI milik Anja.