"Pemerintah memahami aspirasi masyarakat melalui fraksi-fraksi DPR bahwa penerapan multi tarif PPN dikhawatirkan akan meningkatkan cost of compliance," tutur Yasonna.
Dalam keterangannya, Yasonna Laoly mengatakan bahwa kenaikan tarif menjadi 12 persen dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat.
Baca Juga: Ramalan Cinta 6 Zodiak Jumat, 8 Oktober 2021: Hubungan Taurus akan Berlanjut ke Jenjang Pernikahan
Tak hanya itu, Menkumham menyebut bahwa kenaikan PPN ini juga mempertimbangkan dunia usaha yang masih belum pulih dari dampak Covid-19.
Namun, kenaikan menjadi 12 persen itu harus dilakukan secara bertahap, lantaran Laoly menyampaikan bahwa jika dinaikkan langsung saat ini juga, dikhawatirkan akan meningkatkan cost of compliance.
Lebih lanjut, Yasonna Laoly mengatakan bahwa tarif PPN di Indonesia masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
Rata-rata dunia untuk tarif PPN ini adalah 15,4 persen, yang mana Indonesia sendiri lebih rendah dari Filipina 12 persen, China 13 persen, Arab Saudi 15 persen, Pakistan 17 persen, serta India 18 persen.
Melalui UU HPP ini, pemerintah juga membeirkan kemudahan untuk pemungutan PPN terhadap jenis barang atau jasa tertentu maupun sektor usaha tertentu dengan penerapan tarif PPN final 1 persen, 2 persen, atau 2 persen dari peredaran usaha.
Namun, perubahan UU Pajak Pertambahan Nilai ini tetap mengecualikan sejumlah aspek kebutuhan pokok masyarakat.