Wacana Penghapusan Pertalite dan Premium Kembali Mencuat, Dirut Pertamina: Kami Akan Mengkaji Lagi

- 1 September 2020, 11:57 WIB
Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Nicke Widyawati.*
Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Nicke Widyawati.* //Instagram/@Nicke_Widyawati

 

PR DEPOK - Belakangan ini PT Pertamina (Persero) terus menjadi buah bibir banyak pihak, setelah sebelumnya mengalami kerugian sebesar Rp11,13 triliun di Semester I-2020. 

Kini yang terbaru, wacana penghapusan bahan bakar jenis Pertalite dan Premium kembali mencuat, mengingat baik Pertalite maupun Premium dilaporkan masih dijual di bawah kebutuhan masyarakat research octane number atau RON 91.

Terkait hal tersebut, Direktur Utama (Dirut) Pertamina Nicke Widyawati memberikan tanggapannya dalam kesempatan Rapat Dengar Pendapat (RDP), Senin 31 Agustus 2020. 

Baca Juga: Siap-siap, Pemprov DKI Jakarta Akan Terapkan Aturan Ganjil Genap kepada Pengendara Sepeda Motor

“Kami akan mengkaji dan menerapkan pengelolaan lagi, sebab sebetulnya Pertalite dan Premium merupakan porsi yang konsumsinya paling dibutuhkan,” kata Nicke Widyawati, sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari RRI. 

Lebih lanjut Nicke Widyawati menegaskan, pembatasan serta penyederhaan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) tentu mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Kementrerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.20 Tahun 2019 yang mensyaratkan standar minimal RON 91.

“Pertalite berada pada RON 90, sedangkan Premium berada pada RON 88. Namun, hanya tujuh negara yang masih menjual jenis gasoline dibawah RON 90, di antaranya Indonesia, Kolombia, Mongolia, Ukraina, Uzbekistan, serta Bangladesh.” ujarnya.

Baca Juga: Puan Maharani Dorong DPR dan Pemerintah Segera Bahas Revisi UU Wabah Penyakit Menular

Nicke Widyawati berpendapat, kelompok Neggara yang memiliki GDP US$2.000 hingga US$9.000 pertahun salah satunya merupakan Negara Indonesia. Saat ini yang menjadi satu-satunya negara yang melakukan pemasaran jenis produk BBM paling banyak, dalam enam jenis atau produk adalah Negara Indonesia.

“Namun, hal ini menjadi poin serta alasan kami yang paling penting, mengapa kita perlu mereview kembali jenis BBM ini, karena adanya benchmark 10 negara seperti ini,” ucap dia.

Sementara itu, CEO Subholding Commercial dan Trading Pertamina Mas’ud Khamid menegaskan jika pada awal tahun 2019 hingga pertengahan tahun 2020, terjadi penurunan pada jenis bahan bakar premium.

Baca Juga: Komitmen Ringankan Beban Pelaku UMKM, Pegadaian Bebaskan Bunga Kredit Nol Persen

“Di awal tahun 2019, daily sales premium hanya berada pada kisaran 31 ribu hingga 32 ribu kiloliter per hari, sedangkan jenis pertamax sekitar 10 ribu kiloliter, maka dapat disimpulkan penjualan pada jenis premium tiga kali penjualan pada jenis pertamax,” ujar Mas'ud Khamid.

Penjualan premium menunjukan posisi penurunan sebsesar 24 ribu kiloliter perharinya, namum pada jenis pertamax meningkat menjadi 11.000 kiloliter per harinya. Perubahan tersebut terjadi pada bulan Agustus 2020.

Paramitha Widya Kusuma sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR) Komisi VII menjelaskan, seandaianya pertamina mau mengupayakan agar melakukan penyederhanaan produk Bahan Bakar Minyak, Bagaimana dengan kesiapan pada kilang.

Baca Juga: Jalin Kerja Sama dengan Hyundai, BTS Rilis Lagu 'IONIQ: I'm On It' yang Tayang Perdana Besok

“Terkait adanya penghapusan jenis bahan bakar pertalite dan premium, bagaimana dengan kesiapan kilang untuk menyeimbangkan konfigurasi tersebut,” ujar Paramitha menegaskan. ***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x