Pengembangan kompetensi ASN juga menjadi fokus penting. Instansi Pemerintah diwajibkan untuk memberikan akses belajar yang mudah bagi Pegawai ASN. Metode pengembangan kompetensi juga akan berubah, lebih mengutamakan experiential learning seperti magang dan on the job training.
RUU ASN juga mengatasi isu penting terkait penataan tenaga non-ASN (honorer) yang mencapai lebih dari 2,3 juta orang. Dengan adanya payung hukum ini, diharapkan tidak akan terjadi PHK massal. Para tenaga non-ASN akan tetap dapat bekerja hingga November 2023.
Baca Juga: Tanggapi Permintaan Juergen Klopp, PGMOL Rilis Percakapan Wasit VAR
Untuk mengatasi masalah ini, akan ada perluasan skema dan mekanisme kerja pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Salah satu prinsip utama adalah tidak ada penurunan penghasilan bagi tenaga non-ASN saat ini.
“Ini adalah komitmen pemerintah, DPR, DPD, asosiasi pemda, dan berbagai stakeholder lain untuk para tenaga non-ASN,” ujar Anas.
Semua kebijakan ini merupakan langkah konkret untuk mengatasi ketimpangan talenta, meningkatkan kualitas pelayanan di daerah 3T, dan memastikan bahwa tenaga honorer juga mendapatkan perlindungan hukum yang layak.
Dengan demikian, UU ASN menjadi landasan penting dalam transformasi ASN menuju birokrasi yang lebih profesional dan berorientasi pada kepentingan rakyat.***