Kata Fahri Hamzah Soal Iklan Penjualan Gedung DPR: Bentuk Sinisme Warga Atas Ketidakpuasan Mereka

- 8 Oktober 2020, 22:16 WIB
Waketum Partai Gelora, Fahri Hamzah.*
Waketum Partai Gelora, Fahri Hamzah.* /Antara Foto/Hafidz Mubarak A./

PR DEPOK - Belum lama ini terdapat iklan penjualan Gedung DPR dengan harga murah di platform online ataupun layanan e-commerce, salah satunya yakni Tokopedia.

Diduga, kemunculan iklan penjualan Gedung DPR RI itu buntut dari kekecewaannya banyak masyarakat atas pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU pada Senin 5 Oktober 2020.

Sejak adanya hal tersebut, berbagai pihak terutama politisi turut memberikan tanggapannya. Tak terkecuali mantan Waketu DPR RI, Fahri Hamzah.

Baca Juga: Dilaporkan Berkat Andil Jokowi dan UU Cipta Kerja, Nilai Tukar Rupiah Hari Ini Berani Unjuk Gigi

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelora itu menilai adanya iklan penjualan DPR RI sebagai momentum untuk membuat perubahan besar.

"Memang ini waktunya untuk DPR dan politisi secara umum untuk memulai pemikiran yang sifatnya itu sistemik," ujar Fahri Hamzah.

Lebih lanjut ia menambahkan, "Tolong jangan berpikir sepotong membuat gambar kecil dari persoalan, tapi cobalah lihat gambar besarnya."

Iklan tersebut, kata dia, merupakan sinisme masyarakat atas ketidakpuasan terhadap golongan yang disebut wakil mereka. Apalagi, dalam praktiknya masyarakat tak punya kuasa atas wakil rakyat tersebut.

Baca Juga: Diduga Terima Bayaran, Puluhan Remaja Asal Depok Ditangkap Aparat Saat Gelar Aksi Tolak Omnibus Law

Justru sebaliknya, anggota DPR dikendalikan oleh ketum parpol masing-masing yang akhirnya turut terlibat di dalam satu mekanisme oligarki untuk mengatur kekuasaan legislatif dari belakang layar.

"Sinisme rakyat kepada DPR itu tidak bisa dihindari karena setelah dipilih anggota DPR itu tidak bisa dikendalikan oleh rakyat dan konstituennya," katanya.

Oleh sebab itu, ia mengatakan apa yang disebut sebagai telepon Pak Ketum, Bu Ketum, Pak Sekjen, Bu Sejken, dan sebagainya adalah hal lumrah.

"Anggota DPR kita tidak independen, mereka bukan wakil rakyat, mereka adalah wakil parpol. Karena itu, kadang-kadang saya anggap mereka juga adalah korban dari sistem yang mereka sendiri tidak mampu untuk mengubahnya," ucapnya.

Baca Juga: Pengesahan UU Cipta Kerja, Keinginan Joko Widodo yang Menjadi Nyata di Masa Jabatannya

Lebih lanjut, Fahri Hamzah pun menyinggung soal dirinya menulis buku di akhir masa jabatannya di DPR pada tahun 2019 lalu.

"Karena saya terus terang ingin menegaskan bahwa kesalahan relasi antara daulat rakyat dengan daulat parpol apapun suatu hari akan menjadi bom waktu," katanya.

Pasalnya, ujar Fahri Hamzah, begitu anggota DPR dicoblos dan setelah itu dilantik dan terpilih, kemudian terpilih dan dilantik menjadi anggota DPR yang seharusnya menjadi wakil rakyat, namun mereka berhenti dan terpaksa menjadi wakil parpol.

"Kita jangan mengendalikan DPR dengan komando parpol," ucap Fahri, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Warta Ekonomi pada artikel "Fahri Hamzah Prihatin: Anggota DPR Bukan Wakil Rakyat, tapi Wakil Parpol" dengan sindikasi konten dari Sindonews.

Baca Juga: Dialog dengan Massa Soal Omnibus Law, Anies Baswedan: Anda Semua Sedang Berusaha Tegakkan Keadilan

Menurut dia, parpol harus dibiarkan bebas untuk mewakili konstituensinya atau mewakili rakyatnya.

"Kalau dengan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law ini ada anggota DPR yang basisnya adalah industri, konstituensinya adalah buruh. Ya tentu dia harus membela buruh, bukan membela parpol," ujar dia.

Namun sekali lagi, disebutkan Fahri Hamzah, ini menjadi lingkaran 'setan' yang tidak ada usainya karena pada akhirnya sistemnya tidak berubah.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: Warta Ekonomi Sindonews


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah