Kesenjangan Capaian Belajar, Kemendikbud Sebut PJJ Beri Dampak Negatif pada Siswa

- 2 Desember 2020, 10:45 WIB
Ilustrasi - Siswa Sekolah Dasar mengikuti pembelajaran daring melalui aplikasi whatsapp di Palembang,Sumsel, Senin 23 November 2020.
Ilustrasi - Siswa Sekolah Dasar mengikuti pembelajaran daring melalui aplikasi whatsapp di Palembang,Sumsel, Senin 23 November 2020. /ANTARA FOTO/Fenly Selly./ANTARA FOTO.

PR DEPOK – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) memberi dampak negatif pada siswa.

Hal tersebut diutarakan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud, Jumeri.

Adapun dampak negatif yang dimaksud salah satunya adalah ancaman siswa putus sekolah karena terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah pandemi Covid-19.

Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka, Praktisi Pendidikan Imbau Pemda dan Sekolah Selalu Libatkan Orang Tua Siswa

"Orang tua memiliki persepsi tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar-mengajar jika pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka," ujar dia, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Lebih lanjut, dampak berikutnya adalah kendala tumbuh kembang, yang mana terjadi kesenjangan capaian belajar.

“Perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak dari sosio-ekonomi berbeda,” katanya.

Selanjutnya, akan terjadi risiko kehilangan pembelajaran yang terjadi secara berkepanjangan dan menghambat tumbuh kembang anak secara optimal.

Baca Juga: Akhiri Konflik dengan Habib Rizieq, Bima Arya Akhirnya Minta Maaf Usai Didatangi Habib Mahdi

Jumeri mengatakan, dampak selanjutnya yakni tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga yang mana mengakibatkan anak stress.

Hal itu disebabkan akibat minimnya interaksi dengan guru, teman dan lingkungan luar, ditambah tekanan akibat sulitnya pembelajaran jarak jauh yang menyebabkan stres pada anak.

“Juga kasus kekerasan banyak yang tidak terdeteksi, tanpa sekolah banyak anak terjebak pada kekerasan di rumah tanpa terdeteksi oleh guru,” ucap dia.

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 telah berdampak pada tingginya kasus perkawinan atau pernikahan pada anak.

Baca Juga: Deklarasikan Kemerdekaan, Papua Barat Menyatakan Tidak Akan Tunduk kepada Pemerintah Indonesia

Bintang mengungkapkan dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2020, Badan Peradilan Agama Indonesia telah menerima sekira 34.000 permohonan dispensasi kawin.

Bahkan, permohonan tersebut diajukan oleh para calon mempelai yang notabene belum berusia 19 tahun.

Ia menilai bahwa tingginya kasus perkawinan pada anak menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka anak putus sekolah.

Seperti diketahui, pemerintah memberikan keleluasaan pada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melakukan pembelajaran tatap muka mulai semester genap 2020/2021 atau Januari 2021.

Baca Juga: Tanggapi Kabar Anies Baswedan Positif Covid-19, dr. Tirta: Ini Red Alert! Kopet Udah Ada di Ring 1!

Nantinya, pemberian izin dapat dilakukan secara serentak atau bertahap per wilayah kecamatan dan atau desa atau kelurahan.

Hal tersebut berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021 atau bulan Januari 2021. Perlu diketahui, salah satu alasan pemberian keleluasaan itu adalah untuk mengurangi dampak negatif PJJ.***

Editor: Ramadhan Dwi Waluya

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x