Klarifikasi Wacana Penerapan PPN terhadap Sektor Sembako, Kemenkeu: Hanya yang Sifatnya Premium

14 Juni 2021, 19:45 WIB
Ilustrasi sembako. /Pixabay/Mohamad Trilaksono

 

PR DEPOK – Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membuat klarifikasi terkait penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) sembako.

Klarifikasi tersebut disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor.

Menurut Neilmaldrin Noor, PPN sembako hanya akan dikenakan pada sembako yang bersifat premium.

Baca Juga: Sebut Firli Bahuri Dibela Menpan RB Saat Tak Hadiri Panggilan Komnas HAM, Azyumardi: Lebih Aman ke Ombudsman

"RUU KUP terkait PPN sembako tentu tidak semua. Misalnya, barang-barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional tentu tidak dikenakan PPN. Beda ketika sembako yang sifatnya premium," kata Neilmaldrin Noor secara daring di Jakarta pada Senin, 14 Juni 2021 sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari Antara.

Meski demikian, Neilmaldrin Noor menyebutkan bahwa dirinya belum dapat membuat klarifikasi PPN secara lebih lanjut, khususnya mengenai tarif PPN sembako tersebut.

Pasalnya, Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) masih perlu dibahas bersama DPR RI.

Baca Juga: Diduga Capai Kerugian Rp22 Triliun, Benny K Harman Minta Korupsi BPJS Ketenagakerjaan Ditangani Dengan Serius

"Terkait dengan tarif tentu saya tidak bisa mendahului sebab masih ada pembahasan yang harus sama-sama kami ikuti," ujarnya.

Ia selanjutnya mengungkap 3 latar belakang pemerintah mencanangkan pengenaan PPN sembako.

Pertama, akibat distorsi ekonomi seiring adanya tax incidence, sehingga harga produk dalam negeri tidak dapat bersaing dengan produk impor.

Kedua, pemungutan pajak menjadi tidak efisien dan pemberian fasilitas memerlukan surat keterangan bebas (SKB) dan surat keterangan tidak dipungut (SKTD) sehingga menimbulkan cost administrasi.

Baca Juga: Login fmotm.jakarta.go.id untuk Dapatkan Bansos Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu DKI Jakarta Tahun 2021

Sementara itu, dibandingkan dengan negara lain ternyata tarif PPN di Indonesia termasuk relatif rendah karena rata-rata tarif PPN negara OECD mencapai 19 persen sedangkan negara BRICS sebesar 17 persen.

Ketiga, pemerintah menilai kurangnya rasa keadilan karena objek pajak yang dikonsumsi oleh golongan penghasilan yang berbeda ternyata sama-sama dikecualikan dari pengenaan PPN.

Maka dari itu, ia berpendapat masyarakat berpenghasilan tinggi seharusnya memberikan kontribusi pajak lebih besar daripada masyarakat menengah ke bawah.

Baca Juga: Ungkap Perasaan Usai Gelar Lamaran dengan Rizky Billar, Lesti Kejora: Plong Gitu, Udah Selesai

"Ini sesuai dengan kebangsaan kita agar kita bisa gotong royong lebih baik lagi, berat sama dipikul ringan sama dijinjing," ujarnya.

Ia menilai bahwa selama ini kebijakan kurang tepat sasaran, sehingga pemerintah melakukan perbaikan terhadap pengaturan yang bertujuan untuk menjunjung keadilan.

"Pengaturan seperti ini yang ingin kita coba agar pemajakan ini jadi lebih efisien, lebih baik lagi. Padahal, maksud daripada pengecualian ini sesungguhnya kita berikan kepada masyarakat lapisan bawah," ujarnya menambahkan.***

Editor: Ahlaqul Karima Yawan

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler