Jaksa Dianggap Malah Bela Terdakwa Unlawful Killing KM 50, Refly: dari Awal Mereka Ragukan Persidangan Ini

19 Oktober 2021, 08:54 WIB
Ahli Tata Negara, Refly Harun. /Tangkapan layar YouTube Refly Harun

PR DEPOK - Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengomentari soal press release dari Tim Advokasi Korban Tragedi 7 Desember 2020 yang menyinggung soal sikap Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang perdana kasus unlawful killing terhadap empat anggota Laskar FPI.

Refly Harun menyoroti pernyataan Tim Advokasi yang menilai JPU malah seolah menjadi pembela terdakwa ketika sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan terhadap Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin Ohorella.

Menurut Refly Harun, Tim Advokasi korban memang sedari awal sudah meragukan proses persidangan kasus unlawful killing tersebut.

Baca Juga: Shakhtar Donetsk vs Real Madrid: Head to Head dan Prediksi Pertandingan

"Mereka dari awal saja meragukan proses persidangan ini, karena dakwaan yang dibuat itu tidak menggambarkan fakta yang sesungguhnya, dan malah terkesan JPU menjadi pembela dari para terdakwa," ujarnya, dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube Refly Harun.

Tak hanya itu, sang pakar hukum juga menyinggung soal adanya keberatan soal unlawful killing yang seolah hanya berlaku terhadap empat anggota Laskar FPI saja.

"Padahal berdasarkan saksi petugas derek yang juga saya dengar isunya, bahwa petugas derek itu melihat dua orang yang dikatakan tewas dalam tembak menembak itu masih dalam kondisi atau keadaan hidup. Dan keenamnya menurut tim advokasi ini memiliki luka yang sama di dada bagian kiri, di tempat mematikan di jantung," tuturnya.

Baca Juga: Resmi Berdamai dan Bertemu Langsung, Baim Wong Ungkap 3 Permintaan Maaf Kakek Suhud

Menurut Refly Harun, pendapat-pendapat seperti yang dilontarkan oleh tim advokasi korban KM 50 ini mesti disampaikan.

"Kita sampaikan pendapat-pendapat tanggapan masyarakat dalam rangka bentuk kebebasan berpendapat," tuturnya.

Namun, tak hanya demi kebebasan berpendapat, pendapat-pendapat masyarakat juga bisa menjadi kontrol atas jalannya negara.

Baca Juga: Syuting Film 'The Moon' Selesai, D.O EXO Berperan Sebagai Astronaut, Begini Penampakkannya

"Tidak hanya kebebasan berpendapat, ini juga adalah kontrol atas jalannya negara, baik di ranah kekuasaan eksekutif, dalam hal ini jaksa dan polisi bagian dari kekuasaan eksekutif, maupun di kekuasaan yudikatif, dalam hal ini kita tahu pengadilan bagian dari kekuasaan yudikatif," kata sang pakar hukum menjelaskan.

Diberitakan sebelumnya, tim advokasi keluarga korban tragedi KM 50 mengeluarkan pernyataan usai sidang perdana kasus unlawful killing digelar pada Senin, 18 Oktober 2021.

Dalam pernyataan tersebut, tim advokasi menilai pernyataan jaksa seolah membela terdakwa.

Baca Juga: Club Brugge vs Manchester City: Jadwal, Prediksi Susunan Pemain, dan Link Live Streaming

Pasalnya, tim advokasi menilai jaksa mengkaburkan fakta bahwa terdapat luka-luka di tubuh korban dan malah menonjolkan sisi upaya perebutan senjata api yang diduga dilakukan oleh korban.

Padahal, kata tim advokasi, keterangan bahwa ada upaya perebutan senjata api didapat dari terdakwa dan rekan terdakwa sendiri.

"Dakwaan JPU yang hanya menyatakan 4 (empat) orang pengawal Habib Rizieq Syihab yang dibunuh oleh kedua Terdakwa adalah upaya pengkaburan fakta hukum, oleh karena faktanya diketahui pengawal Habib Rizieq Syihab yang tewas dibunuh adalah berjumlah 6 (enam) orang," kata tim advokasi dalam press release.

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Bahasa Indonesia Dikabarkan Jadi Bahasa Resmi Kedua di Vietnam, Simak Faktanya

"Fakta tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi seorang petugas derek di KM 50 yang telah diperiksa Komnas HAM menyebutkan bahwa 2 (dua) orang pengawal Habib Rizieq Syihab yang sudah terkena luka tembak di KM 50 masih hidup, namun kemudian didapati keenam pengawal Habib Rizieq Syihab itu meninggal dengan luka tembak yang identik di bagian jantung," tutur Tim Advokasi Korban Tragedi 7 Desember 2020.

"Isi surat dakwaan JPU yang menyudutkan bahwa pengawal Habib Rizieq Syihab merebut senjata api dari terdakwa adalah kengawuran yang nyata, oleh karena pernyataan itu dibuat oleh terdakwa dan rekan terdakwa sendiri. Faktanya pengawal Habib Rizieq Syihab yang notabene merupakan korban unlawful killing, yang ditemukan luka-luka diduga akibat penganiayaan malah dikesampingkan oleh JPU, sehingga nampak jelas paradigma JPU dalam surat dakwaannya malah berputar sebagai pembela terdakwa dan sama sekali tidak mewakili negara dalam penegakan hukum guna perlindungan hak korban yang telah dirampas oleh para terdakwa.***

 

Editor: Annisa.Fauziah

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler